Setiap kita adalah pribadi yang dilahirkan dan dibentuk dalam keluarga, berkembang di masyarakat dan didasari oleh nilai-nilai Kekristenan dalam gereja. Bagaimana memaknai dan menjalani nya?
Sekolah : usaha menuntut kepandaian (ilmu pengetahuan); pelajaran; pengajaran (KBBI)
Tentu kita sebagai masyarakat Indonesia bahkan di seluruh dunia akan mengalami fase kehidupan ini yaitu sebagai pelajar memperoleh ilmu baik secara formal di sekolah maupun secara informal di luar gedung sekolah. Di Negara Indonesia sendiri wajib belajar yang ditetapkan pemerintah adalah minimal 12 tahun (UUD 45 Bab XIII, Pasal 31, ayat (1) yang menyatakan bahwa: Tiap tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran). Mengapa wajib belajar diterapkan? Tujuannya supaya seluruh masyarakat mendapat jenjang pendidikan sama yang akan berpengaruh pada kemampuan intelektual dalam menghadapi tantangan pekerjaan di masa depan.
Pada kesempatan kali ini aku ingin membagikan sebuah perenungan mengenai pendidikan informal, yaitu pendidikan yang didapatkan diluar ruang kelas yakni“Sekolah Kehidupan” mengapa demikian? Karena kita akan belajar seumur hidup kita. Bagaimana memaknai dan menjalani nya? Mari Ignite People kita berefleksi bersama 😊
1. Sekolah Kehidupan : Keluarga
photo by Jessica Rockowitz on Unsplash
Sejatinya setiap orang pasti memiliki keluarga inti (terdiri dari ayah, ibu, dan anak), ketika terdapat satu situasi yang pada akhirnya tidak menjadikan sebuah keluarga lengkap maka sebenarnya itu diluar kodrat manusia yang sejak awal penciptaan sudah diberi pesan untuk berkeluarga (ada persoalan tertentu yang membuat relasi keluarga menjadi tidak harmonis bahkan berpisah). Keluarga adalah komunitas terkecil dalam kehidupan kita, melalui keluarga kita merasakan kasih sayang dan perlindungan yang begitu hangat.
Bagaimana kita menjalin relasi dalam keluarga? Keluarga terdiri dari manusia yang tidak sempurna, tidak ada istilah keluarga sempurna, karena semua memiliki kekurangan masing-masing. Diperlukan keterbukaan antar anggota keluarga serta kasih Tuhan yang menjadikan keluarga utuh.
Nilai Kekristenan tidak dapat dibentuk melalui satu malam, melainkan sebuah proses yang dimulai sejak usia tumbuh kembang yang dapat dimulai dari membiasakan anggota keluarga untuk melakukan disiplin rohani seperti membaca Alkitab, mengikuti kegiatan gerejawi, berdoa. Selain itu dapat diajarkan mengenai “Buah Roh”. Bentuk kedisiplinan rohani ini tidak hanya menumbuhkan iman, namun perlahan membentuk karakter serupa Kristus. Keluarga yang utuh bukanlah keluarga tanpa masalah namun keluarga yang saling mencintai dengan kasih mesra.
2. Sekolah Kehidupan : Masyarakat
Kita termasuk dalam “Homo Sapiens” di mana gaya hidup pada masa itu sudah menganut cara hidup berkelompok hingga masa sekarang, dalam segala aspek kehidupan kita pasti memerlukan orang lain (pekerjaan, relasi, sosial, dan lain sebagainya) selain untuk melaksanakan kehidupan sosial, bertemu dengan berbagai orang akan menolong kita untuk bertumbuh melalui pengalaman yang dibagikan satu sama lain. Tentunya karakter manusia yang sangat heterogen dalam masyarakat kita akan menemui beragam karakter orang yang mungkin “berbeda” dengan kita dalam beberapa hal (misalkan pemikiran, latar belakang, dll) Apakah kita harus langsung “menolaknya” ? Tentu tidak seperti itu caranya, sebab menolak dengan cara yang kurang mengedepankan etika akan berdampak buruk terhadap integritas kita.
Cara yang paling akurat ialah melihat nilai-nilai apa yang orang lain bawa dalam dirinya serta bagaimana orang tersebut bertindak, bukan berdasarkan subjeknya. Nilai-nilai kehidupan yang positif sangat layak untuk kita terapkan sebaliknya nilai/perilaku yang negatif tidak perlu kita tiru. Kita tidak dapat mengubah orang lain, hanya diri sendiri yang bisa kita ubah.
photo by James Lee on Unsplash
Sebagai umat Tuhan kita diajarkan untuk hidup saling mengasihi satu sama lain (Matius 22 : 39). Ketika kita berelasi dengan orang lain sangat besar kemungkinan kita dilukai, atau mendapat balasan yang tidak sesuai yang diharapkan. Satu yang perlu kita ingat adalah kita mengasihi seperti Bapa terlebih dahulu mengasihi kita. Ketika kita “membalas” perilaku orang lain yang buruk itu akan mendukakan hati-Nya, mari kita belajar mengampuni niscaya minimal ada perubahan dalam hati kita. Meskipun terasa sulit, bukan berarti tidak bisa diupayakan bukan?
3. Sekolah Kehidupan : Gereja
Kita semua adalah orang beriman yang disatukan dalam sebuah komunitas yaitu gereja. Ada begitu banyak denominasi gereja di dunia ini, tidak perlu memperdebatkan denominasi siapa yang ajarannya paling benar karena bukan itu tujuan gereja diciptakan, asalkan gereja memberikan ajaran sesuai Alkitab yang telah direkomendasikan oleh LAI (Lembaga Alkitab Indonesia).
photo by Adrianna Geo on UnsplashGereja tidak melulu berbicara mengenai gedungnya melainkan orang-orang di dalamnya. Komunitas Gereja bukanlah komunitas yang sempurna, gereja adalah “wadah” untuk bertumbuh sebagai anggota tubuh Kristus. Panduan dasar dari kehidupan bergereja adalah pengajaran para murid Yesus yang terdapat di dalam Alkitab. Gereja mula-mula menceritakan bagaimana para murid berkumpul bersama Tuhan Yesus kemudian diutus untuk memberitakan Injil, bagaimana penerapannya di masa kini? Kita bisa memberitakan Injil melalui hal yang paling sederhana yaitu dari diri kita serta tidak harus berkelana sampai ujung dunia untuk mengabarkan Injil atau menempuh pendidikan Teologi. Setiap orang tidak memiliki kemampuan yang sama namun memiliki hati yang sama, ketika kita merendahkan hati dan siap dibentuk maka Roh Kudus akan bekerja bahkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menjadi teladan bagi setiap orang beriman. Tetapi jangan lupa kita juga diberi buku pedoman yaitu Alkitab, di tengah kehidupan yang semakin modern nilai-nilai kehidupan bisa berubah, namun nilai kehidupan Kekristenan tidak akan pernah berubah. Mari kita menggunakan Alkitab sebagai sarana untuk menolong sesama semakin bertumbuh ke arah Kristus dengan pengajaran yang benar.
Lantas, apakah 3 aspek dalam “Sekolah Kehidupan” ini akan usai? Tentu akan kita jalani seumur hidup kita. Proses kehidupan ini hanya akan berganti dari satu “episode” ke “episode” lainnya, jangan takut menjalaninya karena Tuhan menyertai dalam setiap proses yang sudah dan akan kita jalani. Setiap kita adalah pribadi yang dilahirkan dan dibentuk dalam keluarga, berkembang di masyarakat dan didasari oleh nilai-nilai Kekristenan dalam gereja.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: