Menanti tanpa batas waktu yang jelas bisa membuat kita khawatir sedang di-ghosting, 'kan?
"Adven sudah hampir usai!"
Kalau masa Adven sudah memasuki minggu keempat—atau minggu terakhir—maka minggu berikutnya kita akan merayakan hari Natal pada tanggal 25 Desembernya, seperti yang akan kita lakukan dalam beberapa hari lagi. Yay! Biasanya selama masa Adven, kita akan lebih sering mendengarkan tentang nubuat para nabi mengenai kelahiran Mesias, kunjungan malaikat kepada Zakharia, cerita Natal pertama, hingga kedatangan orang majus menyembah pada Tuhan kita, Yesus Kristus, dua tahun setelah kelahiran-Nya di dunia. Ketika merayakan Natal, acaranya (lagi-lagi, biasanya) lebih meriah dengan banyak dekorasi, aransemen musik yang uwaw, pemberitaan Firman Tuhan yang menekankan kembali makna Natal bagi kita yang adalah orang-orang yang rapuh karena dosa sekaligus pengharapan yang hadir melalui Yesus Kristus, dan adanya momen foto bersama orang-orang terkasih di gereja. Setelah itu, kita kembali menata hidup untuk memasuki tahun baru. Siklus yang seolah-olah selalu berputar demikian setiap tahunnya, ya?
Namun, bagaimana jika setelah Natal demi Natal dilalui, sebenarnya kita masih ada di dalam "masa Adven"?
Bentar, bentar. Adven itu masa mempersiapkan diri buat merayakan Natal, hari kelahiran Yesus Kristus, 'kan?
Iya, enggak salah itu, tetapi masih ada hal yang lebih penting untuk kita ingat:
Masa Adven juga berarti masa untuk mengingat bahwa Yesus Kristus yang sama akan datang kedua kalinya dan memulihkan segala sesuatu (Wahyu 21:1-22:5).
Jadi, kapan hari itu tiba?
Tidak ada yang tahu. (Matius 24:44)
Lah, jangankan menanti Tuhan seperti ini, menanti seseorang tanpa batas waktu yang jelas bisa membuat kita khawatir sedang di-ghosting, 'kan? Apa ini berarti kalau Tuhan tidak kunjung datang, kita sedang di-ghosting-Nya? Kalau begitu, berarti benar bahwa adven kita masih belum selesai!
Berbicara mengenai kedatangan Tuhan Yesus kedua kalinya, saya sering mengekspresikan apa yang Yohanes katakan dalam Wahyu 22:20, "Amin, datanglah, Tuhan Yesus!" atau "Aku pengen cepet-cepet maranatha (Tuhan kami, datanglah) aja." Padahal di balik ungkapan yang penuh "harapan" itu, saya sangat berharap pergumulan dan air mata yang dipenuhi laknat ini benar-benar berlalu seiring dengan kedatangan Tuhan Yesus kembali (erhm, saya benar-benar percaya hari itu tiba, kok ). Nyatanya, Dia tidak kunjung datang. Namun, bukan berarti ini pertanda bahwa Dia sama sekali tidak peduli pada saya dan Ignite People yang juga sedang menggumulkan banyak hal.
Dalam sebuah pertemuan paduan suara di kampus kami, Ibu Lidya Siah memberikan sebuah cara pandang baru mengenai masa Adven ini (kurang lebih) demikian:
"Menanti kedatangan Tuhan Yesus bukan hanya berharap agar tugas akhir kita tidak perlu diselesaikan karena kedatangan-Nya, bukan pula agar masalah hidup kita usai. Menanti kedatangan Tuhan Yesus berarti kita menaruh pengharapan dan iman kepada-Nya yang akan memulihkan segala sesuatu. Tuhan yang sama juga akan menghapus air mata yang selama ini tercurah karena tugas akhir yang tidak kunjung usai, yang memulihkan penyakit kita, dan yang tidak kalah penting adalah kita akan bersekutu dengan-Nya selama-lamanya di "Yerusalem yang baru" itu."
Ungkapan beliau cukup menggelitik saya pada saat itu, karena (sampai detik ini) saya sangat bergumul dengan tugas akhir beserta "drama" di dalamnya. Pergumulan tentang tugas akhir itu seolah-olah jadi remahan roti di hadapan pergumulan orang-orang beriman lainnya (baik dari para martir maupun mereka yang telah mempertahankan iman hingga garis akhir di tengah-tengah penderitaan hidup). Oke, memang kesannya saya sedang hiperbola, tetapi poinnya adalah apa yang sedang kita kerjakan pada masa Adven ini adalah bentuk pertanggungjawaban iman kepada Tuhan, Sang Tuan hidup kita. Masa Adven yang dimaksud bukan hanya masa Adven Natal seperti yang baru saja kita peringati sejak akhir November lalu, tetapi masa yang kita jalani hingga kedatangan Tuhan Yesus kembali—atau setelah kita mengembuskan napas terakhir dan berpulang kepada-Nya.
"Lalu, kenapa Tuhan tidak kunjung datang? Dunia ini sudah makin rusak. Tidakkah Dia peduli?"
Mengenai pertanyaan di atas, setidaknya ada satu jawaban yang saya temukan:
Masih ada tanggung jawab yang harus kita selesaikan di dunia ini, entah sebelum kita menutup usia atau sebelum kedatangan-Nya kembali.
Photo by ZSun Fu on Unsplash
Tanggung jawab apa yang saat ini sedang Ignite People emban? Apakah itu tanggung jawab sebagai seorang pelajar/mahasiswa? Freelancer? Pekerja penuh waktu atau paruh waktu? (Calon) hamba Tuhan? Anak? Suami atau istri? Orang tua? Masih ada banyak jenis pekerjaan yang bisa disebutkan di sini, tetapi inti utamanya adalah selama kita masih diberikan napas kehidupan oleh Sang Pencipta, mari kita tetap mengerjakan tanggung jawab yang dipercayakan dengan setia. Tidak hanya itu, kita perlu mengingat bahwa sebagai orang percaya, ada tanggung jawab ilahi yang harus kita emban dalam bidang apa saja, kepada siapa saja, dan dalam konteks apa saja: memberitakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat (Matius 4:17, Markus 1:15).
"Natal tidak hanya berbicara mengenai kelahiran Yesus, tetapi juga sebuah alarm bahwa suatu hari nanti, Kerajaan Allah akan memulihkan segala kebobrokan dosa, sekaligus menjadi berita Injil yang menegaskan tentang adanya "perampasan" anak-anak Allah antara kerajaan Iblis dan Kerajaan Allah." —Ibu Inawaty Teddy
"Kenapa merampas, sih? Serem amat."
Demikianlah kenyataannya: ketika ada perang antarkerajaan, mana ada perang yang tanpa kekerasan? Apalagi jika ada sandera yang sedang diperjuangkan untuk dibebaskan oleh asal kerajaannya. Kalau tidak dirampas, keburu disandera lagi, 'kan? Begitu pula dengan kita, Ignite People. Karya penebusan Yesus Kristus menyiratkan peperangan antara Kerajaan Allah dan kerajaan Iblis demi membebaskan kita dari maut yang ada di dalam naungan kerajaan Iblis. Setelah dibebaskan, masih berhakkah kita untuk tetap hidup di dalam kubangan dosa di hadapan Allah Sang Penebus?
Dunia tidak akan langsung berubah *makcling* jadi baru segera setelah pandemi ini usai, atau bahkan saat kita memasuki tahun baru. Namun, justru inilah yang perlu menjadi berita yang kita bawa di dalam hidup kita masing-masing, sesuai dengan tanggung jawab yang diemban. Bukan berarti kita harus menjadi seperti Yohanes Pembaptis atau Yesus sendiri yang mengkhotbahkan, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!"; setidaknya kita belajar untuk menghidupi pertobatan dari hari ke hari dengan menyadari ada anugerah Allah yang memampukan kita. Perubahan hidup yang kita alami—cepat atau lambat—juga akan dirasakan oleh orang lain, dan itu pun menjadi kesaksian hidup bagi mereka.
Kiranya masa Adven yang belum usai ini menjadi pengingat bagi kita bahwa masih ada tanggung jawab yang Tuhan percayakan kepada kita, agar suatu hari nanti kita dilayakkan-Nya untuk melihat—dengan iman—apa yang dijanjikan-Nya di dalam Kitab Wahyu itu benar-benar terjadi. Jangan takut untuk menyongsong the unknown, Ignite People, karena Allah Tritunggal menopang kita untuk mengerjakan apa yang dipercayakan-Nya kepada kita.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: