Hidup tidak akan selalu tenang seperti kita berteduh menikmati angin sepoi-sepoi di bawah pohon, kadang-kadang hidup akan menjadi gelap karena ada badai. Namun, kita akan tetap aman karena ada Tuhan yang berjalan bersama kita.
Dalam sebuah persekutuan pemuda yang aku ikuti, pendeta yang menjadi pembicara di sana berkata, “Hidup bersama Yesus berarti kita tidak takut akan bahaya karena Yesus tidak pernah meninggalkan kita.”
Dalam artikel kali ini, kita akan belajar dari mozaik, sebuah hasil kerajinan tangan yang berasal dari kepingan bahan keras berwarna yang disusun dan direkatkan dengan perekat (menurut KBBI). Mozaik ini menggambarkan kehidupanku yang penuh ucapan syukur, belajar mengungkapkan isi hatiku, dan kehidupan yang penuh proses (ada dalam tulisan-tulisanku sebelumnya). Seluruh proses yang kualami tentu tak selalu mudah. Meskipun ada lika-liku bahkan persimpangan jalan yang harus kuhadapi, aku percaya semua pengalaman dan proses yang terjadi dalam hidupku (baik senang ataupun sedih) akan membuat banyak warna dalam hidupku. Jika menoleh ke jalan yang telah kulalui, aku belajar bahwa semuanya itu (termasuk pergumulan yang sedang dan yang masih ada di depan sana) akan disatukan dengan perekat, yaitu iman kepada Tuhan, sehingga menjadi mozaik indah di tangan-Nya, karena baik senang ataupun sedih aku mengandalkan Tuhan yang empunya hidupku. Aku pun menemukan sebuah pembelajaran dari banyaknya kepingan pengalaman hidup tersebut bahwa kesetiaan kita kepada Tuhan dilihat ketika kita berhasil melalui masa sulit.
Pertanyaannya apakah kita siap menghadapi masa sulit tersebut?
Photo by Ashkan Forouzani on Unsplash
Disadari atau tidak, ada pemikiran bahwa Yesus adalah pribadi yang baik dan selalu memberi kesuksesan pada kita. Bahkan dalam momen-momen tertentu, tidak jarang kita menganggap-Nya sebagai pribadi yang mengerti dan mengabulkan apa yang kita inginkan. Sayangnya, pikiran-pikiran itu pada akhirnya akan membuat kita tidak siap ketika dihadapkan kepada masa sulit. Aku pernah mengalami hal serupa, tepatnya ketika aku berpikir bahwa ketika sudah melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh, maka hasilnya akan baik. Ternyata, aku tetap tidak berhasil, dan itu membuat membuatku hampir putus asa. Dalam masa-masa seperti itu, bisa saja sebagian orang menganggap perjuangannya sebagai angin lalu (maksudnya dibiarkan begitu saja), atau bahkan menanyakan keberadaan Tuhan. Namun, aku justru melihat pergumulan itu sebagai sarana Tuhan untuk melatih keyakinan dan imanku kepada-Nya semakin kuat. Menurutku, pergumulan yang berlangsung selama beberapa bulan itu terasa cukup lama, tetapi dalam pergumulan yang tidak mudah itu, aku juga mencoba merefleksikan apa saja yang sudah kuusahakan dan bagaimana prosesku sampai sejauh itu. Akhirnya aku sadar dan percaya bahwa apa yang aku alami semua sudah diizinkan Tuhan terjadi supaya aku mampu berproses di dalam-Nya.
Jika kita tidak pernah merasakan masa sulit dan hanya mengalami masa mudah saja, mungkin bisa dipastikan kita akan menjadi pribadi yang lempeng-lempeng saja. Kita tidak akan pernah merasakan banyaknya proses yang sebenarnya membawa banyak warna bagi kita dan sebenarnya bisa berdampak bagi banyak orang disekitar kita. Kita bisa menelaahnya dari Ibrani 10:35-36 yang berbunyi:
“Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya. Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu.”
Penulis Kitab Ibrani hendak mengingatkan bahwa kita hendaknya menjadi pribadi yang setia dan tekun. Dua hal itu dapat menjadi kunci kita dalam menghadapi masa sulit. Hidup tidak akan selalu tenang seperti kita berteduh menikmati angin sepoi-sepoi di bawah pohon, kadang-kadang hidup akan menjadi gelap karena ada badai. Namun, kita akan tetap aman karena ada Tuhan yang berjalan bersama kita baik dalam masa sulit atau senang, seperti dalam Kidung Jemaat 370 (bait pertama dan kedua), “Ku mau berjalan dengan Jurus’lamatku di lembah berbunga dan berair sejuk,” dan, “Ku mau berjalan dengan Juru s’lamatku di lembah gelap di badai yang menderu.”
Photo by Benjamin Davies on Unsplash
Kita bisa belajar bahwa apapun yang terjadi dalam hidup kita, hal itu tidak akan melebihi kemampuan kita dan Tuhan pun tidak akan meninggalkan kita (1 Korintus 10:13). Semua sikap yang kita berikan bergantung ada kesiapan diri dan hati kita. Misalnya dengan mulai mengganti pemikiran dengan, “Apapun yang terjadi (proses hidup yang tidak kita ngeyel sama Tuhan, misalnya ketika kita tahu itu tidak baik tapi tetap saja dilakukan), semua itu adalah proses dari Tuhan yang memang harus terjadi.” Bisa saja ketika berhasil melewati badai hidup, kita juga telah membentuk kepingan pengalaman baru, yang akhirnya akan disatukan Tuhan untuk menjadi mozaik yang indah. Mari dalam segala situasi yang terjadi dalam hidup kita, baik senang ataupun susah, kita dapat mengambil setiap pembelajaran yang penuh warna dari proses yang sudah kita alami, tetap tekun dan setia mengikut Tuhan, sehingga pada akhirnya nanti kita akan menjadi mozaik indah karya Tuhan.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: