Kenangan itu sama pentingnya dengan masa kini, manusia dalam esensinya adalah nostalgia.
“Katanya Jogja itu terbuat dari rindu, sedangkan mantan itu terbuat dari kangen, makanya kalo punya mantan orang Jogja, deritamu, mampus kau dikoyak-koyak rindu!”
Photo by Carolus Abi on Unsplash
Kota Jogja itu sama seperti mantan yang "Berhati Nyaman” - sudah nyaman tapi harus berakhir putus. Sudah nyaman tinggal di Jogja tapi pada akhirnya harus hijrah dari Kota Pelajar itu untuk meneruskan hidup. Ini pernah saya rasakan 4 tahun yang lalu, waktu saya menyelesaikan kuliah dan harus kembali ke kampung halaman. Melepaskan sesuatu yang kadung membuat nyaman itu sangat berat. Sepertinya Dilan saja tidak kuat. Ya! Tak bisa dipungkiri, Jogja dan mantan pernah mengisi hidup saya di masa lalu dengan begitu banyak kenangan. Jadi setiap kali ingat Jogja itu seperti mengenang mantan, sehingga sampai kapan pun juga tak mungkin bisa menghapus cerita yang pernah diukir. Semua cerita adalah proses panjang untuk membentuk saya yang sekarang ini.
Tapi setelah sekian banyak persamaan antara mantan dengan Jogja, ada hal krusial yang membedakan Jogja dengan mantan. Jika kangen Jogja, para alumnus Jogja bisa bolak-balik pulang ke Jogja, tapi kalau ke mantan, apa bisa balik? Harapannya sih iya tapi belum tentu! Hiyaa… hiyaa… hiyaaa… Oleh karenanya Jogja itu lebih dari hati seorang mantan karena kita bisa pergi ke Jogja kapan pun kita mau.
"Apa sih ini dari tadi Jogja, mantan, kenangan???”
Ya maaf sih! Karena buat saya kenangan itu sama pentingnya dengan masa kini, manusia dalam esensinya adalah nostalgia. Yuk saya kenalin sama tokoh yang serius banget ngomongin soal kenangan, namanya Pak Marcel Proust. Beliau menuliskan kisah yang bercerita tentang potongan-potongan ingatan masa kemarin dalam bagian awal kisah novel Á la Recherche du temps perdu yang artinya kurang lebih pencarian akan waktu yang hilang. Kalau kamu penggemar Disney, dalam film UP! Sekilas memuat kata temps perdu dalam scene foto album “thanks for the adventure”. Btw, si kakek di film UP! juga bersemangat menuju Paradise Falls karena kenangan. Kenangan meneh, lanjut!
Photo by Shutterstock on Epicurious.com
Novel itu bercerita tentang sebuah daerah ketika musim dingin, tokoh utama dari novel tersebut pulang ke rumah ibunya dalam keadaan yang suram karena beban pekerjaannya esok hari. Di sisi lain, ibunya membuatkan teh panas dan kue madeleine untuk tokoh utama tersebut. Awalnya ia enggan memakan kue itu, tapi pada akhirnya ia memakannya tanpa menyebutkan alasannya. Seketika itu pula ia seperti merasakan getaran yang luar biasa dan kenangan terhambur bersamaan dengan kue madeleine itu hancur di mulutnya. Begini kesaktian kue madeline itu memancing nostalgi menurut tokoh utama:
Mais à l’instant même où la gorgée mêlée des miettes du gâteau toucha mon palais, je tressaillis, attentif à ce qui se passait d’extraordinaire en moi. Un plaisir délicieux m’avait envahi, isolé, sans la notion de sa cause. Il m’avait aussitôt rendu les vicissitudes de la vie indifférentes, ses désastres inoffensifs, sa brièveté illusoire, de la même façon qu’opère l’amour, en me remplissant d’une essence précieuse: ou plutôt cette essence n’était pas en moi, elle était moi.
Akan tetapi, saat seteguk teh dan pecahan kue madeleine itu menyentuh langit mulutku, aku tersentak akan perasaan yang luar biasa yang terjadi dalam diriku. Sukacita yang luar biasa telah menyerangku tanpa sebab. Dia segera menghapus semua masalah dan kekhawatiran hidupku. Sukacita tersebut terjadi dengan cara yang sama seperti cinta bekerja menuangi hidupku dengan esensi yang berharga atau lebih tepatnya, esensi itu tidak ada dalam diriku. Tetapi akulah esensi itu sendiri.
Tokoh utama itu mencari tahu dan menelusuri kembali memorinya untuk menjawab esensi dari rasa kue madeline yang dicelupkan pada teh dapat membangkitkan semangat dan gelora cinta yang meluap-luap. Teringatlah ia bahwa rasa itu adalah nostalgianya akan kue madeline yang disuguhkan tantenya Léonie setiap minggu pagi. Kue madeleine itu telah menjadi sebuah mesin waktu yang mengantarkan tokoh utama menjalani perjalanan waktu melalui kenangan.
Photo by Jon Tyson on Unsplash
Cerita madeline ini terkenal sebagai l’universe dans une tasse de thé yang bisa diartikan 'dunia dalam secangkir teh', dan membuat Bapak Marcel Proust menjadi mashsyur. Oleh sebab itulah di Prancis kue ini populer dengan istilah madeleine de proust. Ilmu psikologi mengaitkan hal ini dengan Proustian Memory atau Involuntary Memory. Kurang lebih pengertiannya adalah tumpukan-tumpukan kenangan tentangmu (dan dia) yang tidak sengaja muncul tanpa usaha yang sadar untuk membangkitkannya.
Hidup adalah peziarahan iman dan hidup adalah sebuah labirin kehidupan seperti kata Pdt. Joas Adiprasetya. Tetapi dalam menjalani hidup dalam labirin tersebut terkadang kita mentok. Artinya ada penghalang bagi kita untuk meneruskan peziarahan hidup. Biasanya jika mentok, rasa panik akan menguasai kita, lalu ketika panik kita akan lupa memaknai realitas disini, saat ini. Pada akhirnya kita akan menyusuri kembali jalan yang pernah kita lalui sebelum mentok tersebut. Lalu dalam menelusuri jalan kembali dari labirin tersebut pasti terdapat potongan-potongan ingatan masa kemarin dan kita mulai memunguti memori di mana penyertaan Allah atas kita dalam menjalani detik peziarahan hidup kemarin. Maka, kenangan-kenangan indah bisa menjadi mood-booster ketika letih menerpa kita dalam melanjutkan peziarahan hidup.
Sehingga pada hakikatnya, masa lalu sama pentingnya dengan masa kini, karena tumpukan peristiwa masa lalu berkelindan sedemikan rupa dengan masa kini dan merajut hidup kita menjadi sebuah kain yang indah.
*Tulisan ini terinspirasi oleh film UP!
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: