Ada pepatah “Life is a journey, not a destination”. Hidup bukanlah sebuah takdir dimana semuanya memiliki kepastian, namun hidup adalah sebuah misteri dan kita diajak untuk menikmati setiap langkah di dalamnya.
"Gak guna banget sih kamu! Ah dasar ngerepotin aja kerjaannya! Hidup kok nyusahin orang terus! Mending mati aja dah lu!" Beberapa dari kita mungkin pernah mendengar makian demikian, entah kita sebagai saksi mata atau kita sendiri pernah dimaki begitu? Atau kita pernah mengucapkannya kepada orang lain? Entah teman ataupun anggota keluarga? Makian seperti tadi biasanya terucap ketika seseorang berada dalam titik marah yang cukup tinggi dan emosi yang tidak terkontrol sehingga fasihlah bibir untuk berucap demikian. Makian seperti tadi memang sangat tidak bijak untuk diucapkan apalagi ketika emosi sedang tidak terkontrol karena akan merusak moral dan psikis lawan bicara atau malah diajak baku hantam oleh lawan bicara.
Tulisan ini nggak akan bahas soal maki-memaki, tapi pernah gak kalian berpikir dan merenungkan ungkapan makian tadi secara jernih? Coba kita saring makian tadi yang penuh dengan unsur negatif untuk kita peroleh sari-sari positif yang masih terkandung di dalamnya. Nah, gimana kalau pertanyaannya diganti begini seperti judul, “Buat apa sih kalian hidup!?” (Bacanya jangan ngegas ya). Pernahkah kita bertanya seperti pertanyaan tadi? Buat apa ya kita hidup di dunia? Aku ini di dunia mau ngapain ya? Aku ini pelayanan di gereja buat apa ya? Pernah gak sih kita mempertanyakan hal-hal yang biasa kita lakukan sebagai rutinitas? Apakah kita benar-benar menyadari apa yang kita lakukan atau kita lakukan hanya karena itu kebiasaan orang banyak? Nah, artikel ini akan mengajak kita untuk berdiam diri sejenak dan sebelum melanjutkan baca, boleh direnungkan dulu pertanyaan tadi.
Apa yang teman-teman temukan dari perenungan pertanyaan tadi? Kita semua percaya bahwa setiap hal dalam semesta ini memiliki tujuan dan tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Berbicara soal tujuan keliatannya kurang mantap karena nanti dianggap kayak rute Bus antar provinsi. Kita ganti istilah tujuan dengan kata telos, yang berasal dari bahasa Yunani dan dikembangkan oleh Filsuf Aristoteles. Telos mencakup soal kodrat, tujuan, dan sebab dari kehidupan. Semua hal di semesta ini memiliki telos. Biji apel memiliki telos untuk menjadi pohon apel yang berbuah apel, yang nantinya akan menumbuhkan tunas apel baru. Biji apel dapat dikatakan gagal mencapai telosnya jika ia ternyata justru tumbuh menjadi pohon pisang. Biji apel dapat dikatakan gagal mencapai telosnya dengan sempurna jika ia hanya tumbuh sebagai pohon tanpa memiliki buah apel. Lalu apa telos dari manusia? Apakah “mati” adalah telos dari manusia? Apakah telos semua manusia itu sama?
Yang pertama harus kita sadari adalah kematian bukanlah telos melainkan kodrat. Semua manusia pastilah akan menjumpai kematian, namun manusia tentu tidak menjadikan kematian sebagai tujuan mereka bukan? Berbicara mengenai telos, ada sebuah pepatah “Life is a journey, not a destination”. Dari pepatah ini hendak mengatakan bahwa hidup tidak sekadar mengikuti ‘takdir’ yang seolah-olah semuanya memiliki kepastian. Kehidupan penuh dengan misteri dan kita diajak untuk menikmatinya setiap perjalanan misteri tersebut sebagai wujud manusia yang bereksistensi. Ketika hidup adalah misteri dan kita diajak untuk menjelajahinya, maka dalam perjalanannya kita akan menemukan telos kita masing-masing. Ya, tiada telos yang benar-benar universal. Seorang eksistensialis bernama Kierkegaard memiliki telos untuk hidup otentik dengan bereksistensi secara penuh. Seorang filsuf hedonis memiliki telos untuk hidup bahagia. Seorang beragama memiliki telos untuk mencintai Allah. Seorang medis memiliki telos untuk menolong dan menyembuhkan banyak orang. Setiap manusia memiliki telos yang berbeda-beda, tapi diantaranya tentu memiliki titik singgung. Seperti ketika seorang medis berhasil menolong orang lain dari penyakitnya tentu ia juga merasakan kebahagiaan seperti halnya seorang hedonis, ataupun seorang hedonis menemukan kebahagiaan ketika ia mencintai Allah seperti halnya orang beragama. Namun langkah dalam menemukan telos setiap orang berbeda.
Lalu apa kata Alkitab mengenai telos manusia? Sebagai Kristen tidak boleh melepas pangkal dan dasar hidup kita selain dari teladan Yesus. 1 Petrus 2:18-25 memberikan sebagai gambaran telos pengikut Kristus adalah meneladani Yesus Kristus itu sendiri. Pada ayat 21 ditulis, “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya”. Yesus mati di kayu salib dalam kebenaran menyuarakan suara kebenaran Kerajaan Allah (Matius 12:28), suara kasih (Matius 5:44, 22:39, Lukas 10:25-37), suara keadilan (Matius 23:23), suara pembebasan bagi orang tertindas (Lukas 4:18-19), suara kerendahan diri (Matius 18:4;23:12), suara optimisme kehidupan (Matius 5:3-12). Suara-suara ini dapat kita temukan dalam Injil yang bisa kita baca secara pribadi. Dalam rangka memperoleh telos kehidupan yang sempurna, kita diajak untuk mengikuti jejak Kristus yang berarti kita mengikuti teladan dari Yesus Kristus itu sendiri.
Menuju pada telos Kristiani memanglah bukan jalan yang mudah, ragam lika-liku senantiasa hadir memberikan warna dalam perjalanan kehidupan kita. Menghidupi telos Kristiani tidak berarti mewajibkan kita secara paksa untuk melakukannya. Ketika hal tersebut dilakukan sebagai paksaan ataupun tuntutan sebagai umat Kristus maka pada saat itu juga hal tersebut tidak lagi menjadi telos melainkan aturan yang mengikat. Teladan Kristus harus dihayati secara sadar dan dihayati sebagai panggilan kehidupan kita untuk semakin memahami telos kehidupan kita sendiri. Ketika kita menghayatinya secara penuh kita tentu dapat merefleksikan sebuah telos yang kita rasa menjadi penting bagi diri kita ataupun orang-orang di sekitar kita dan hal tersebut didapat dari dinamika kehidupan kita. Seperti ketika kita hidup dalam situasi dimana tidak ada keadilan, maka telos kita adalah menyuarakan keadilan dalam diri dan lingkungan. Jika di sekitar kita ada pada situasi kesombongan materi dan menghasilkan stratifikasi sosial yang menjadi sekat tiap kelas sosial maka kita harus menyuarakan suara kerendahan diri dan suara pembebasan orang-orang tertindas. Hidup adalah sebuah perjalanan dimana setiap langkah yang kita ambil adalah sebuah tapak keyakinan kita untuk terus melangkah mengikuti jejak-jejak kaki Kristus.
Jadi, buat apa sih kalian hidup?
*Juga ditulis di mennolab
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: