When you know what is right, when you know what God wants from you, be brave to take the risk and do it.
Siapa sih di antara kita yang tidak ingin diterima oleh komunitas, mempunyai banyak teman, menjadi populer? Pasti setiap kita punya rasa itu. Tapi, apakah itu berarti kita harus menghalalkan segala cara dan merubah siapa diri kita yang sebenarnya agar diterima?
Hal yang paling menjadi pergumulan umum bagi orang-orang terutama yang masih studi adalah tentang menyontek. Buat beberapa orang, menyontek itu suatu hal yang sangat biasa sehingga bahkan kadang tidak disadari. Dari mulai menyontek saat ujian, menyontek PR, ataupun plagiarism. Dan jaman sekarang, cara-cara menyontek sudah sangat beragam dan kreatif.
Ada dua sisi dari isu menyontek ini; si penyontek, dan si pemberi sontekan.
Photo by frank mckenna on Unsplash
Perspektif 'si penyontek'
Beberapa orang mungkin akan berespons:
"Ah, itu kan sepele. Toh orang yang disontek pun mungkin tidak tahu dan tidak peduli. Lalu kenapa?"
"Tapi aku mau pergi jalan-jalan, tidak ada waktu, jadi yang gampang ajalah jangan dibuat ribet."
"Semua orang juga menyontek, terus kenapa?" atau mungkin, "Demi nilai yang bagus, daripada nilaiku jelek."
Salah satu dari 10 Perintah Allah di Keluaran 20:15 dengan jelas menyatakan "Jangan mencuri." Mencuri di sini tidak hanya bermaksud tentang mencuri benda, tapi juga termasuk jawaban dan pemikiran orang lain. Tuhan dengan sangat jelas tidak mau kita mencuri dalam bentuk apapun.
Tapi, bagaimana dengan nasib status sosialku?
Tidak perlu nilai yang harus selalu bagus agar bisa diterima oleh komunitas. Tidak berarti saat semua orang menyontek, kamu pun harus ikut menyontek.
Kita juga tidak perlu harus selalu bisa diajak pergi jalan dan bermain untuk bisa menjadi orang yang punya segudang teman. Tidak berarti saat penulis buku tidak tahu kamu sedang menyalin hasil pemikirannya dan menjadikannya seolah adalah pemikiranmu, itu menjadi tidak apa-apa.
Photo by Luca Laurence on Unsplash
Perspektif 'si pemberi sontekan'
Terkadang kita terjebak di situasi saat teman-teman di sekeliling kita dengan mudahnya seperti memaksa kita untuk memberikan jawaban. Bahkan mungkin di beberapa kasus, ada yang sampai di-bully jika tidak memberikan sontekan. Mungkin juga kita jadi dikucilkan.
Tapi, pernahkah kalian memikirkan sisi lain?
Apakah semua orang memang mengharuskan kita memberikan sontekan? Apakah tidak ada orang lain satu pun yang akan menerima kita dan menghargai kita?
Apakah dengan kita memberikan jawaban ke teman-teman kita, kita sedang membantu mereka atau justru menjatuhkan mereka? Apakah tidak ada cara lain untuk membantu teman-teman kita?
Saya sendiri bukan orang yang suka memberikan sontekan dalam bentuk apapun. Jelas, ada orang-orang yang membicarakan saya di belakang, tidak suka terhadap saya karena hal tersebut. Hanya saja, saya berusaha tetap pada pendirian saya. Kenapa? Karena saya tahu Tuhan tidak menginginkan itu. Saya tahu ada cara lain yang jauh lebih baik untuk membantu mereka. Kalau mereka menilai saya baik atau tidak, mau menerima saya atau tidak, hanya berdasarkan saya memberikan sontekan atau tidak, maka rasanya mereka bukanlah teman-teman yang baik. Bukan tidak mau berbagi ilmu, tetapi bukankah lebih baik kita membantu mereka untuk mengajari mereka sebelum ulangan agar mereka pun benar-benar paham materinya dan mereka benar-benar mendapatkan ilmu. Dengan demikian, kita pun tidak membiasakan mereka untuk mendapatkan segala sesuatu secara instan.
Photo by Alan Labisch on Unsplash
Tapi gimana cara menghindari tekanan untuk memberikan sontekan itu?
Teman saya pernah menanyakan hal ini kepada saya. Dan saya jawab, saat ujian, orang lain biasanya akan datang ke kelas lebih awal untuk berebut tempat duduk yang 'strategis'. Saya akan memilih datang mepet dan mendapatkan tempat duduk 'sisa' yang biasanya adalah di paling depan, dekat guru, atau dekat pintu. Yang jelas tempat duduk itu pasti 'tidak strategis'. Dengan begitu, saya tidak perlu terlalu pusing dengan tekanan dan bisikkan-bisikkan atau kode-kode selama ujian untuk memberikan sontekan.
Tapi, jika teman-teman kita sudah mulai keterlaluan, carilah bantuan dari guru atau konselor atau pembimbing yang bisa membantumu dalam situasi-situasi tersebut.
Punya teman banyak memang menyenangkan, tapi yang kita butuhkan adalah membangun komunitas yang sehat. Buat apa berusaha menyenangkan orang-orang yang mau untungnya saja dari kita? Lebih baik punya teman sedikit, tapi mereka adalah teman yang sejati dan memberikan dampak positif bagi kita. Ingatlah bahwa kita memang tidak akan pernah bisa menyenangkan hati semua orang.
Mazmur 1 : 1 "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh"
Roma 12 : 9b "Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik"
Setiap kita diciptakan Tuhan dengan segala kemampuan yang kita miliki. Tidak perlu merasa bahwa kita harus selalu unggul dalam segala hal. Asalkan kita sudah melakukan yang terbaik, memaksimalkan apa yang Tuhan sudah berikan kepada kita, itupun sudah cukup. Tuhan tidak akan menilai kita dari nilai kita ataupun dari jumlah teman yang kita miliki.
Satu hal yang Ia nilai adalah hati setiap kita. Apakah kita sungguh-sungguh mengasihi-Nya? Apakah kita mau dan siap menanggung salib kita, mengambil resiko untuk menjadi 'berbeda' dari dunia demi mengikut-Nya? Apakah kita mau menjadi pribadi yang otentik? Apakah kita mau terus belajar menjadi lebih serupa dengan-Nya? Apakah kita mau dipakai Tuhan menjadi garam dan terang-Nya?
When you know what is right, when you know what God wants from you, be brave to take the risk and do it.
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna - Roma 12 : 2
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: