Setelah membaca judul ini beberapa orang mulai mengirimkan surat yang mempertanyakan kredibilitas editor Ignite dalam pemahaman mengenai apa itu gereja dan apa itu rumah sakit.
Enggak deh... becanda..
Tapi ini serius, judul ini beneran kok, bukan kaleng-kaleng. Saya sengaja menulisnya demikian supaya Anda membacanya, maklum lulusan S3 Harvard... Enggak, itu bercanda juga.. Alasan saya menuliskan judul tersebut dilatarbelakangi oleh pengalaman teman saya dalam kehidupan di gereja.
Suatu hari, seorang teman saya berkata kepada saya bahwa dia sudah tiga bulan tidak pergi ke gereja. Like... What??? Jika hal itu terjadi kepada saya, mungkin saya akan diceramahi selama 24 jam dan dicoret dari Kartu Keluarga. Saya yang kepo, mencoba bertanya alasannya tidak pergi ke gereja. Kemudian dia berkata “Buat apa ke gereja? Gue juga bisa dapat Firman Tuhan dari sharing temen-temen gue kok, lagian orang-orang gereja itu gak pernah nerima gue.”
Saya bingung, apa yang salah dengan teman saya, karena jika dinilai dari wajahnya, yah.. lumayanlah. Lalu kenapa dirinya tidak diterima di gereja? “Gue kan ngerokok dan suka minum, Ti...” ucapnya. Saya terkejut, apa memang benar bahwa sekarang orang-orang yang ada di gereja lebih mementingkan penampilan luar daripada keinginannya bertemu Allah?
Image by Лечение Наркомании from Pixabay
Suka atau tidak, hal ini memang terjadi di dalam pergaulan gereja. Saya sebagai orang yang lahir di tengah keluarga yang melayani di gereja, mendapatkan keuntungan dikenal oleh orang-orang di gereja; padahal belum tentu saya mengenal mereka. Beda ceritanya jika keluarga saya adalah pendatang baru di gereja, mungkin saya akan mengalami apa yang teman saya alami, penolakan secara halus. Atapun jika bisa berbaur, saya harus ekstra hati-hati, tidak menyinggung orang-orang yang sudah ada lebih dulu di sana.
Lalu, siapakah yang layak datang ke gereja? Jika ukuran kita menilai kelayakan seseorang berjumpa dengan Allah dari penampilan, maka itu tidak akan pernah cukup. Seorang ibu yang memakai perhiasan emas 24 karat tidak akan senang ketika meihat seorang gadis memakai kalung berlian Swarovski asli. Seorang pemuda akan mati-matian diet karena melihat pemuda lain berbadan six-packs. Begitupun seterusnya, selalu ada standar baru untuk setiap penampilan yang ada, selalu ada rasa iri satu sama lain dan selalu ada kesombongan setiap minggunya. Dengan ukuran dosa? Kalau begitu tidak ada yang layak datang ke gereja bertemu dengan Allah karena kita semua orang berdosa.
Image by Klaus Hausmann from Pixabay
Tuhan Yesus dalam masa pelayananNya tidak pernah menolak siapapun untuk datang kepadaNya. Dari anak-anak (Markus 10:14), orang-orang sakit, seorang perwira (Matius 8:7) dan juga seorang pemimpin agama Yahudi bernama Nikodemus. Padahal kita semua tahu betul bahwa teman-teman Nikodemus berencana membunuh Yesus. Tetapi Ia menutup mata dan telingaNya, dan menginjili Nikodemus.
Bahkan Dia menggunakan Saulus sebagai pelayanNya. Benar, Saulus sang pembunuh umat Allah. Ia mengalami perjumpaan dengan Tuhan saat hendak pergi ke Damsyik, kemudian menjadi penginjilNya. Dalam bagian hidup selanjutnya, Paulus kerap menganggap dirinya tidak layak menjadi rasul. Dalam 1 Korintus 15:9, Efesus 3:8, dan 1 Timotius 1:15, ia menyebut dirinya adalah orang yang paling berdosa dari rasul-rasul, bahkan dari semua jemaat Allah. Tetapi melalui dia, Allah diberitakan sampai ke berbagai penjuru dunia, termasuk Asia Kecil.
Kemudian pertanyannya, siapakah yang layak datang ke gereja?
Jawabannya yah.. semua manusia
Manusia yang mana?
Manusia yang terluka.
Image by kristi611 from Pixabay
Luka, bukan hanya luka yang terlihat seperti patah tulang atau memar. Luka, juga bukan hanya luka di hati karena ditikung teman sendiri. Melainkan semua luka yang menyebabkan kita malah menjauh dan menyimpang dari Allah. Bayangkan Anda mengalami kecelakaan dan datang ke rumah sakit, namun baik resepsionis dan dokter yang ada di sana tidak mau menerima Anda, karena luka Anda mengeluarkan bau busuk. Saya yakin Anda akan mencari rumah sakit lain yang mau menerima dan mengobati.
Begitu juga dengan teman saya, ia terluka karena jatuh dalam kenikmatan rokok dan minum minuman alkohol, maka ia datang ke gereja mencari pertolongan. Namun naasnya tidak ada yang menolongnya, bahkan tidak ada yang menyukai kehadirannya. Maka tidak heran ia tidak pergi ke gereja itu lagi. Untungnya teman saya menemukan gereja yang menerima dia dengan baik, bagaimana jika tidak? Dari manakah dia mendapatkan kesembuhan akan luka-lukanya?
Bagaikan pasien, kita sama-sama terluka, sama-sama merasakan kesakitan, sama-sama menderita. Tetapi dalam kesakitan, kita tetap egois dan tidak mau membagi rumah sakit itu kepada yang membutuhkan. Kita tidak mau dokter yang melayani kita juga ikut melayani orang lain juga.
Pantaskah kita untuk disembuhkan?
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: