Biarlah TUHAN menjadi Tuhan atas hidup kita, bukan diri kita sendiri yang kita tuhankan!
Keraguan adalah salah satu hal yang sering terjadi di dalam kehidupan kita sebagai manusia. Keraguan dan ketidakpastian hidup membuat kita cemas, atau bahkan overthinking akan hari depan yang kita jalani. Dalam momen-momen seperti itu, tentu saja kita akan menyusun sejuta satu strategi untuk menghindari hal yang buruk terjadi di dalam kehidupan kita. Namun, pada akhirnya, bukankah ada hal-hal yang telah kita rancang dan susun tetap tidak sempurna? Bukankah masih ada banyak hal yang tidak sanggup untuk kita kerjakan di dalam kemampuan kita?
Ignite People, Firman Tuhan dalam Amsal 3:5 berkata demikian:
Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar pada pengertianmu sendiri.
Wah, jangankan untuk percaya kepada Tuhan! Percaya kepada diri sendiri yang sudah memikirkan yang terbaik dengan segala cara pun masih bisa ragu! Ignite People, justru karena kita bersandar dan percaya pada diri kita sendirilah kita menjadi ragu. Kita hanya bisa mengupayakan yang terbaik sejauh kita mengetahui sesuatu hal. Namun faktanya, ada banyak hal di luar sana yang tidak kita ketahui.
Photo by Rob Wicks on Unsplash
Dunia memang mengajarkan kita untuk menjadi orang yang percaya diri. Maksudnya adalah agar kita tidak minder atau merasa kecil ketika berhadapan dengan orang lain. Well, pernyataan itu benar. Namun, ada aspek yang harus kita waspadai dari “percaya diri”. Pertanyaannya adalah... apakah diri kita dapat dipercaya?
Bila saya harus menjawab pertanyaan itu, saya merasa bahwa diri saya tidak seratus persen dapat dipercaya. Saya membuat banyak kesalahan dalam berpikir, banyak hal pula yang tidak saya ketahui, dan saya terbatas. Terlebih lagi, saya adalah manusia yang berdosa! Kebenaran versi saya sudah terdistorsi dengan keberdosaan saya. Kebenaran menurut saya adalah kebenaran yang subjektif. Kalau begitu, bagaimana saya dapat percaya kepada diri saya sepenuhnya? Saya tidak bisa!
Tuhan melihat apa yang tidak kita lihat. Tuhan mendengar percakapan-percakapan yang tidak kita dengar, Tuhan mengetahui apa-apa saja yang tidak kita ketahui. Dia adalah Allah yang Mahatahu. Selain itu juga adalah Allah yang Mahakasih. Oleh karena itu, kita bisa memercayakan kepada-Nya segala hal. Bukankah di dalam 1 Korintus 2:9, Rasul Paulus menulis, ""Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia"? Kita hanya bisa percaya pada statement seperti ini jika kita menyambut inisiatif Allah yang telah menganugerahi kita dengan iman kepada-Nya di dalam Tuhan Yesus Kristus. Pertanyaannya lagi... apakah kita sudah sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan yang benar itu?
Rick Warren mengatakan bahwa iman berarti percaya sekalipun kita tidak memahami.[1] Penulis buku best seller The Purpose of Driven Life ini juga mengatakan bahwa iman dan percaya itu seperti halnya kita mengampuni. Sebelum kita mengampuni, akan ada gejolak dan “pertarungan” di dalam diri kita yang merasa berat untuk memberikan pengampunan kepada orang yang telah berbuat salah kepada kita. Namun, itulah tantangannya; bila kita bisa melawan tantangan itu, kita akan berhasil untuk mengampuni dan pengampunan itu akan membawa kepada kita kelegaan. Bahkan seorang psikolog bernama Dr. Tibbits mengatakan bahwa ketika kita memilih untuk mengampuni, kita memilih jalan kehidupan.[2]
Seperti layaknya mengampuni yang memiliki tantangan, demikianlah juga halnya percaya kepada Tuhan. Ketika kita memutuskan untuk percaya kepada-Nya, bukan berarti kita bisa melakukannya dengan mudah. Kita harus melawan kesombongan kita dan berani mengatakan bahwa sesunggguhnya kita tidak memahami apa-apa, kita terbatas, dan kita perlu ditolong.
Photo by Brett Jordan on Unsplash
Ignite People, apa yang kita lakukan di kala kita ragu akan masalah yang terjadi di kehidupan kita? Adakah Tuhan di hati teman-teman? Adakah hati dan pikiran teman-teman teringat akan Kristus yang mengasihi teman-teman? Mungkin di dalam keraguan kita, ada kalanya kita harus berdiam. Menyadari bahwa kita terbatas dan berdoalah kepada Tuhan meminta hikmat. Ada kalanya juga Tuhan mengizinkan kita mendapat sesuatu yang berat, dan pada saat itu mungkin kita berpikir bahwa tidak ada yang baik dari cobaan itu. Tapi marilah ingat dari kisah Yusuf, bahwa Allah dapat menggunakan hal yang terlihat buruk untuk mendatangkan kebaikan.
Terakhir, ketidakpastian di dalam hidup kita seharusnya membawa kita semakin percaya dan bergantung kepada Allah. Ketidakpastian adalah hal yang baik, sebab ketidakpastian menahan diri kita dari kesombongan. Bayangkan bila kita selalu nyaman di dalam kehidupan kita, perlahan-lahan kita akan sombong dan menjadikan diri sendiri Tuhan atas hidup kita karena kita merasa bahwa semua kebaikan ini datang kepada saya karena saya sendiri.
Jadi ingatlah bahwa kita adalah manusia yang terbatas, dan Tuhan adalah Tuhan yang tak terbatas. Soli Deo Gloria!
[1] Rick Warren, “Trusting God When You Don’t Understand,” Pastor Rick’s Daily Hope, 10 Oktober 2022, diakses 17 Februari 2024, https://pastorrick.com/trusting-god-when-you-dont-understand-3/.
[2] Dick Tibbits dan Steve Halliday, Forgive to Live: How Forgiveness Can Save Your Life (Nashville: Integrity Publishers, 2006), 97.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: