Sepertinya resolusi yang ini sudah tidak mungkin dicapai. Tahun depan lagi saja lah!
Tahun baru, seringkali dijadikan momen untuk orang-orang membuat resolusi yang baru. Semua orang berlomba-lomba menyusun resolusi mereka, bahkan mengumumkan resolusi mereka lewat berbagai media seperti story Instagram, status WhatsApp, dan berbagai media lainnya. Tentu, resolusi tersebut berisi harapan untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Meskipun, tak jarang resolusi tahun baru ini berisi kumpulan resolusi tahun-tahun sebelumnya yang tak kunjung tercapai. Resolusi tahun ini pun, bisa jadi akan jadi bagian dari resolusi tahun depan lagi. Semangat membara di awal tahun untuk mencapai resolusi, akhirnya padam setelah beberapa saat.
"Lalu, harus bagaimana? Apa sekalian saja tidak perlu membuat resolusi?"
"Aku, kan, perlu tujuan!"
"Itu, kan, sumber semangatku menjalani hari-hari..."
Mungkin itu yang lewat di pikiran kalian ketika membaca paragraf pertama tadi. Tidak, aku di sini tidak sedang berusaha melarang kalian membuat resolusi tahun baru, kok! Aku pun masih membuat resolusi tahun baru, dan aku harap kita semua bisa mencapai resolusi kita masing-masing.
Berdasarkan pengamatanku, salah satu resolusi yang mungkin cukup umum di kalangan pemuda Kristen adalah membaca seluruh Alkitab, dari PL hingga PB, dalam waktu satu tahun! Hal itu pun didukung oleh berbagai sumber renungan pagi yang menyematkan ayat untuk bacaan Alkitab setahun pada renungan mereka. Aku pun demikian! Di tahun 2019, temanku mengajak aku dan teman-teman pemuda lainnya untuk bersama-sama menyelesaikan bacaan Alkitab setahun, mengikuti jadwal yang sudah dibuat sebelumnya. Ia juga membuat semacam absensi yang mungkin tujuannya untuk memotivasi kami yang tertinggal di belakang. Namun, pada akhirnya aku menyerah juga setelah tertinggal dua bulan dari jadwal yang seharusnya. "Tahun depan lagi saja lah!", pikirku. Lalu, di tahun 2020, temanku mengajakku kembali. Aku pun mengiyakan. Hasilnya... Ya! Gagal lagi setelah tertinggal beberapa bulan. Dasar aku! Dari semua pemuda yang ikut inisiasi bacaan Alkitab setahun di tahun 2019, sekitar tiga puluh persennya berhenti di tengah jalan. Bahkan di tahun 2020, sepertinya yang berhasil menyelesaikan semuanya bisa dihitung dengan jari.
Aku cukup yakin, hal-hal seperti ini tidak terjadi hanya pada resolusi bacaan Alkitab setahun di komunitas pemuda di gerejaku. Namun, hal serupa terjadi juga pada resolusi lain pada individu lain. Semangat di awal, tertinggal di perjalanan, sampai jumpa di tahun depan. Sebuah siklus yang tak kunjung usai. New year, new me. Sebuah frasa yang memotivasi, tapi seringkali menjebak kita untuk menunda. Ah, tanggung kalau dimulai sekarang. Toh tetap tidak tercapai resolusinya. Nanti saja mulai lagi di tahun yang baru.
Pertengahan tahun yang lalu, aku mendengar sebuah khotbah yang bagiku cukup menohok. Ayat Alkitab yang disampaikan pada khotbah itu adalah Lukas 9:57-62. Namun, aku akan fokus pada ayat 59-62 saja.
Lalu Ia berkata kepada seorang lain: ”Ikutlah Aku!” Tetapi orang itu berkata: ”Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: ”Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.” Dan seorang lain lagi berkata: ”Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.” Tetapi Yesus berkata: ”Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.”
Pada momen ini, Yesus mengundang dua orang untuk mengikut-Nya. Namun, keduanya menolak dengan alasan mereka masing-masing. Ketika membaca ini sendiri, aku kebingungan dengan alasan Yesus melarang seseorang menguburkan jenazah orangtuanya. Namun, ternyata ayat ini tidak sedang berbicara bahwa bapaknya sudah meninggal. Memang, bapak orang tersebut sudah tua, namun masih hidup. Orang tersebut sedang menunda untuk mengikut Yesus. Begitu pula orang kedua yang meminta waktu untuk berpamitan terlebih dahulu.
Aku rasa, kita seringkali melakukan hal yang sama dalam upaya memenuhi resolusi. Tentu, Tuhan mau kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan semakin serupa dengan-Nya. Tak bisa disangkal, resolusi tahun baru adalah salah satu batu loncatan untuk mencapai itu. Tetapi, seringkali kita lupa dengan tujuan utama resolusi tersebut. Kita terjebak dengan glorifikasi keberhasilan mencapai sebuah resolusi, dan melupakan esensi utama dari resolusi tersebut. Apakah salah, jika aku melanjutkan bacaan Alkitab setahun di tahun 2019 yang sudah tertinggal dua bulan dan menyelesaikannya di bulan Maret, April, Mei, atau bahkan Desember 2020 sekalipun? Apakah itu membuat bacaan yang aku baca menjadi sia-sia?
Usaha mencapai sesuatu bukanlah hal yang akan selalu datar. Naik, turun. Jatuh, bangun. Memulai hal yang baik, memang tidak mudah. Tapi apa yang salah dengan kegagalan? Bukankah lebih baik gagal saat mencoba daripada tidak mencoba sama sekali?
Resolusi tahun baru, adalah hal yang sangat baik untuk memacu kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Baik secara fisik, mental, maupun spiritual. Tidak ada yang salah dengan membuat resolusi tahun baru. Resolusi adalah batu loncatan yang sangat baik. Namun, jangan sampai kita terbutakan oleh ego kita yang ingin mencapai kesempurnaan pencapaian resolusi. Ingat esensi dari resolusi itu. Ini bukan masalah tercapai atau tidak. Ini adalah tentang usaha kita menjadi pribadi yang lebih baik. Bukan hanya setiap tahun, tapi setiap saat. New milisecond, new me.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: