Beberapa hari sebelum gereja memperingati Rabu Abu, dunia diguncang dengan invasi Rusia ke Ukraina. Dunia tiba-tiba menjadi panik, cemas, dan khawatir jika Perang Dunia III yang telah diprediksi sejak lama berpotensi akan meletus. Sampai saat ini, invasi Rusia ke Ukraina tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda klimaks.
Kita tentu sering menyaksikan para bocil dengan imajinasinya mengatakan, “kayaknya kalau perang asik deh, bisa tembak-tembakan.” Tentu mereka belum tahu apa itu perang dan bagaimana perang berdampak bagi kehidupan dunia. Akan tetapi, mereka yang telah dewasa tahu dan mengerti bagaimana perang mengubah kehidupan dunia seperti pandemi Covid-19 ini. Apalagi mereka yang menjadi korban langsung dari perang. Mereka tentu mengalami trauma yang berat karena dampak perang yang langsung mereka alami: kehilangan orang-orang yang dicintai, mengalami luka fisik permanen, kehilangan pekerjaan, mengalami kelaparan, dan dampak-dampak lainnya.
Situasi yang menjadi keprihatinan dunia saat ini sebenarnya hanya satu dari sekian banyak peristiwa besar yang berlangsung pasca Perang Dunia II. Kita telah menghadapi situasi yang nyaris sama, mulai dari perang dingin, perang Teluk, perang nuklir, hingga serangan kelompok teroris radikal. Sehingga perang Rusia-Ukraina bukanlah kali pertama. Oleh karena itu, seluruh manusia di dunia (termasuk kita) mengajukan pertanyaan yang sama: Kapankah dunia akan damai tanpa kekerasan? Kapankah dunia bebas dari ancaman nuklir, konflik berkepanjangan, radikalisme, intoleransi, kelaparan, dan keburukan lainnya?
Paskah tahun ini dilalui dengan situasi pandemi yang jauh lebih baik dari Paskah tahun lalu. Akan tetapi, Paskah tahun ini juga dirayakan dalam krisis politik dunia yang memanas. Dengan perang Rusia-Ukraina dan sederet krisis-krisis lainnya, apakah Paskah ini memiliki sebuah harapan?
Seperti yang sudah saya tegaskan sebelumnya, perang Rusia-Ukraina menjadi satu dari sekian banyak krisis yang dihadapi dunia pasca PD II. Oleh karena itu ilmu-ilmu pengetahuan, baik eksakta maupun humaniora memiliki tugas yang sama untuk memperbaiki tatanan kehidupan. Teologi juga turut terlibat untuk menjaga perdamaian dan cinta berlandaskan pada Firman Allah. Dengan demikian, krisis dunia juga menjadi perhatian dari Teologi. Salah satu teolog yang berbicara tentang hal ini adalah Jurgen Moltmann.
Bersama dengan Karl Barth, Moltmann merupakan seorang teolog besar di abad ke-20. Ia lahir di Jerman dari keluarga yang sangat sekuler. Ia baru menjadi seorang Kristen saat Perang Dunia II meletus. Tidak hanya menjadi seorang Kristen, Moltmann juga memutuskan untuk menjadi seorang Teolog setelah membaca buku dari Reinhold Niebuhr. Ia menempuh studinya di Goettingen dan menjadi seorang Teolog.
Salah satu teologinya yang sangat berpengaruh hingga saat ini adalah Theology of Hope (Teologi Harapan). Kristologi menjadi titik berangkatnya dalam membangun konstruksi teologinya. Ia merefleksikan Yesus sebagai Allah yang tersalib (The Crucified God), sehingga keilahian-Nya juga turut tersalib bersama dengan kemanusiaan-Nya. Dengan demikian, Kristus yang adalah Allah sendiri benar-benar merasakan penderitaan hingga kematian yang dialami oleh manusia.
Penderitaan dan kematian Yesus memiliki konsekuensi, yaitu bahwa segala macam penderitaan yang dialami manusia baik secara fisik (penganiayaan, kelaparan dan dahaga, kekerasan seksual, bahkan pembunuhan) maupun secara psikis (ujaran kebencian, penghinaan, pelecehan, cemoohan, dan makian) ditanggung oleh Yesus. Dengan menjalani penderitaan tersebut sepanjang hidup-Nya di dunia, Yesus mengerti akan kerapuhan dan kelemahan yang manusia alami.
Kita percaya dalam iman bahwa Yesus menjadi korban yang sempurna di hadapan Allah. Ia telah menyempurnakan korban persembahan dari domba atau kambing yang dipersembahkan kepada Allah dengan mengorbankan tubuh-Nya sendiri. Selain menjadi penebus dosa umat manusia, kita percaya bahwa Yesus telah menang atas maut melalui kebangkitan-Nya. Akan tetapi, Moltmann tidak berhenti pada iman itu. Dengan penderitaan yang dialami-Nya di kayu salib, Yesus juga menanggung penderitaan yang dialami umat manusia saat ini. Ketika dunia khawatir akan ancaman perang nuklir yang akan memusnahkan manusia, Yesus menanggung kekhawatiran dan ancaman itu; ketika dunia khawatir akan perang dunia yang akan kembali meletus, Yesus menanggung penderitaan yang timbul akibat perang itu.
Setelah menjalani penderitaan dan kematian, Yesus mengalami kebangkitan yang kita rayakan saat ini. Kebangkitan Yesus adalah momen dimana Yesus telah mengatasi kuasa maut dan memberikan kita suatu iman yang sempurna dan menyelamatkan. Bagi Moltmann, kebangkitan Yesus juga bermakna kemenangan atas penderitaan. Tetapi penderitaan itu sendiri tidak ditiadakan oleh Yesus. Yang ditiadakan oleh Yesus adalah dampak dari segala penderitaan itu. Jadi ketika kita mengalami ancaman perang, Yesus tidak meniadakan peperangan. Yang Yesus tiadakan adalah kesedihan, keputusasaan, dan keterpurukan. Dengan kata lain, Yesus membangkitkan sebuah harapan akan kedamaian, kemenangan dan keselamatan dari krisis dan wabah yang kita alami.
Tidak hanya berbicara soal masa kini, Theology of Hope juga berbicara akan masa depan. Bagi Moltmann, kebangkitan Yesus tidak hanya memberikan harapan akan kemenangan di masa lalu dan masa kini, tetapi juga di masa depan. Mengapa? Setelah bangkit, Yesus naik ke surga, sehingga Ia kembali dari natur imanen-Nya ke natur transenden-Nya. Karena Ia transenden, maka Ia dapat pergi menuju masa depan. Oleh sebab itu, Bultmann menegaskan bahwa Kristus tahu bagaimana masa depan setiap umat manusia dan krisis apa yang akan dihadapi mereka. Maka Kristus telah menyediakan harapan yang cerah bagi masa depan manusia melalui terang kebangkitan-Nya. Dengan demikian, kita bisa percaya bahwa Kristus Tuhan kita benar-benar adalah Allah sejati yang menyelamatkan kita.
Di momen Paskah ini, marilah kita bersama-sama berpegang pada Yesus Kristus yang bangkit dari antara orang mati. Kristus telah memberikan jaminan keselamatan bagi kita, tidak hanya keselamatan atas maut, tetapi juga pengharapan. Marilah kita dengan yakin dan percaya bahwa dibalik penderitaan yang kita alami saat ini, ada Yesus yang senantiasa mendampingi dan merengkuh kita dengan kasih-Nya yang amat dalam. Percayalah bahwa Yesus senantiasa menemani dan berjalan bersama kita dalam rasa sakit yang kita rasakan. Percayalah juga bahwa Kristus tetap hadir dalam krisis yang dunia sedang hadapi saat ini dan terus memberikan kita harapan bahwa dunia akan mampu melewati masa krisis ini.
Selamat merayakan Kemenangan Kristus, selamat merayakan pengharapan akan masa depan yang cerah bersama-Nya! Berkat dan cinta Ilahi melimpahlah!
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: