Kusongsong bagaimana, ya Yesus, datangMu? Engkau Terang buana, Kau Surya hidupku! Kiranya Kau sendiri Penyuluh jalanku, Supaya kuyakini tujuan janjiMu. (KJ 85 : 1 - Kau Yang Lama Dinantikan)
Mungkin familiar bagi kita ketika mendengar Minggu Adven. Dalam empat minggu, kita diajak untuk bersiap menyambut Natal, hari kelahiran Tuhan Yesus. Mendengar kata “Minggu Adven” kita tentu juga teringat sebuah kata, yang lekat dalam kehidupan yaitu “Penantian”. Kata Adven atau Adventus dalam bahasa latin berarti Kedatangan. Dalam minggu-minggu Adven ini juga, kita melihat sebuah ritus penyalaan lilin berwarna ungu dan merah muda. Lilin-lilin ini memiliki makna yang sangat indah dalam membantu kita menghayati minggu-minggu Adven sebelum memasuki Malam Natal dan Hari Raya Natal.
Pada awal Masa Adven, sebatang lilin dinyalakan, kemudian setiap minggu berikutnya lilin lain mulai dinyalakan satu persatu. Seiring dengan bertambah terangnya Lingkaran Adven setiap minggu dengan bertambah banyaknya lilin yang dinyalakan, kita menghayati bahwa kelahiran Sang Terang Dunia semakin dekat. Warna-warni keempat lilin juga memiliki makna tersendiri. 3 lilin ungu sebagai lambang pertobatan. Warna ungu pada mengingatkan kita bahwa Adven adalah masa di mana kita mempersiapkan jiwa kita untuk menerima Kristus pada Hari Natal. 1 lilin merah muda dinyalakan pada Hari Minggu Adven III yang disebut Minggu “Gaudete”. “Gaudete” adalah bahasa Latin yang berarti “sukacita”, melambangkan adanya sukacita di tengah masa pertobatan karena sukacita Natal hampir tiba. Pada Hari Natal, keempat lilin tersebut akan kita gantikan dengan lilin-lilin putih menandakan masa persiapan kita telah usai dan kita masuk dalam sukacita yang besar.
Sungguh sebuah pemaknaan yang sangat indah bagi kita untuk menyambut Hari Raya Natal, hari dimana kita bersukacita atas misteri Allah yang tellah mengosongkan diriNya untuk turun kedunia. Namun sebelum itu, minggu Adven mengajak pada kita secara khusus untuk memeriksa batin kita. Mempersiapkan hati, pikiran dan perasaan kita menyambut Sang Kristus yang lahir kedunia dalam rupa manusia. Saya hendak mengajak kita semua, untuk kembali berefleksi, melihat pada fase kehidupan kita selama satu tahun berjalan di 2021 ini. Dalam satu tahun berjalan di 2021 ini,
“Apakah saya sudah betul betul setia menanti?”
“Apakah saya sudah merasakan bukti penyertaan dan pemeliharaan Tuhan dalam hidup ?”
“Apakah saya benar benar siap, menanti kedatanganNya?”
Berangkat dari ketiga pertanyaan inilah, saya kemudian memberanikan diri untuk tulisan ini. Ketika saya sejenak melihat kebelakang, selama satu tahun berjalan saya menemukan ada banyak titik-titik terendah didalam kehidupan saya. Pandemi COVID-19 yang belum juga undur dari dunia ini (bahkan sempat kembali naik dan kita semua kembali diharuskan untuk stay at home), kegagalan saya dalam meraih sesuatu, kehilangan sanak saudara dan teman dan berbagai hal lain yang membuat saya sadar bahwa saya (lagi dan lagi) berada dalam fase terendah. Namun kemudian saya menyadari, bahwa tak selamanya hidup saya berada di dalam titik terendah. Ada banyak hal yang juga membuat saya yakin, bahwa Allah sang Immanuel terus menyertai saya selama hampir satu tahun berjalan ini. Salah satu buktinya adalah, saya masih ada sampai hari ini dalam keadaan sehat tanpa kekurangan suatu apapun. Saya berharap teman-teman IGNITE People sekalian juga berada di dalam hidup yang semakin baik hari demi hari. Haleluya! Terpujilah nama Tuhan.
Memasuki minggu Adven dan ketika saya mencoba menjawab ketiga pertanyaan reflektif diatas, saya teringat dalam Matius 25 : 1-13 yang menggambarkan secara baik bagaimana seharusnya kita, sebagai orang Kristen bersikap dalam “menanti”. Kita mungkin sangat familiar dengan kisah “Gadis bijaksana dan Gadis bodoh” yang digambarkan di dalam Matius 25 : 1-13 ini. Disclaimer, saya tentu tidak akan menjelaskan mengenai pandangan-pandangan terhadap akhir jaman, atau membahas tentang bagaimana cara Tuhan Yesus akan datang kedua kalinya ke dunia. Namun kisah dalam Matius 25 : 1-13 ini betul betul membuat kita belajar bagaimana seharusnya sebagai seorang Kristen dalam menghayati masa “menanti”. Matius 25 : 1-13 ini masih merupakan rangkaian khotbah Yesus mengenai akhir zaman. Digambarkan bahwa manusia seperti layaknya gadis-gadis yang hendak menyongsong mempelai dalam perkawinan. Namun karna mempelai tak kunjung datang akhirnya mulai habislah persediaan untuk menyalakan lampu. Menari disini adalah terdapat dua golongan dan jenis manusia yang berbeda yang digambarkan dengan golongan gadis-gadis yang siap menyediakan minyak untuk pembakaran, dan gadis gadis yang tidak siap menyediakan minyak sehingga ketika kehabisan, mulai panik lah mereka karena semakin menipis namun mempelai tak kunjung datang. Kisah ini kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan reflektif saya diatas.
Saya akhirnya menyimpulkan bahwasannya selama satu tahun berjalan ini, saya belum setia untuk menanti. Seringkali saya merasa bahwa Allah tidak menyertai kehidupan saya karena saya hanya berfokus atas berbagai permasalahan hidup. Seringkali saya mengeluh, saya bersungut-sungut bahkan saya seringkali tidak menyadari penyertaan Tuhan atas hidup saya. Saya menggambarkan diri sebagai salah satu gadis yang tidak siap sedia menyongsong Sang Mempelai. Minyak saya semakin menipis dan saya tidak memiliki persediaan minyak untuk menyalakan pencahayaan. Tidak ada satupun dari antara kita yang mengetahui kapan hari Tuhan itu akan datang. Namun ketika saya mengevaluasi diri, saya merasa saya belum siap bila hari itu nantinya akan tiba. Masih banyak hal yang kurang dan masih sedikit persiapan persiapan yang saya lakukan. Kerap kali saya membuang-buang begitu banyak waktu dan kesempatan saya untuk menyediakan minyak. Saya terlalu tenggelam pada aktivitas kehidupan saya sampai-sampai lupa untuk memastikan saya memiliki persediaan minyak yang cukup untuk tetap membiarkan pencahayaan saya terus bernyala sampai Sang Mempelai datang. Seringkali kita bukan tidak tahu bagaimana cara untuk menyongsong Sang Mempelai. Sejatinya kita hanya tidak siap untuk menyongsongNya karna persediaan minyak kita telah habis dan pencahayaan kita padam.
Masa Adven, masa menanti. Masa dimana kita kembali diajak untuk menyadari bahwa pertama-tama Allah Immanuel itu akan dan sudah hadir, serta tetap dan terus menyertai kita sepanjang kehidupan kita berjalan. Kedua kita diajak untuk merefleksikan diri dalam masa “penantian” ini. Apakah kita betul-betul sudah setia menanti. Setia percaya dan setia berharap di dalam penyerahan diri yang utuh, doa dan syukur kita. Mari manfaatkan moment adven sebagai suatu moment bagi kita untuk kembali memeriksa diri sebelum menyambut Natal, hari raya kelahiran Tuhan. Belajar dari gadis-gadis bijaksana, yang senantiasa memiliki persediaan minyak, marilah kita juga harus terus berusaha, untuk memiliki persediaan minyak, agar nantinya ketika Sang Mempelai yang kita rindukan dapat kita songsong dengan terang pencahayaan yang kita miliki.
Sebuah pujian dari KJ 85 Kusongsong bagaimana https://www.youtube.com/watch?v=ipFHe8vlMGE kiranya membantu kita untuk berefleksi. Bagaimana seharusnya kita menyongsong Sang Mempelai. Allah senantiasa menjadi penyuluh langkah kita, memasuki dan menghayati masa Adven sehingga nantinya kita betul-betul siap menyambut Natal. MenyambutNya di hati kita masing-masing.
Soli Deo Gloria!
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: