There is something attractive in fantasizing about unreachable something or someone. Is it more assuring to connect with somebody unreal than unable to connect with the real somebody?
Sejak kecil, saya selalu suka dengan cerita-cerita yang membawa saya untuk berimajinasi, mulai dari fabel, fairy tales, hingga novel fantasi. Saya sangat suka dengan cerita dan novel yang detail dalam mendeskripsikan latar, ekspresi tokoh, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi karena saya ingin terserap masuk dalam dunia cerita tersebut.
Bertumbuh remaja, saya mulai mencari role model selain orang tua maupun sosok-sosok nyata di sekitar saya. Saya pun menemukan beberapa tokoh sejarah, aktor, musisi, dan penyanyi yang saya rasa mengagumkan. Pada masa itulah, saya ‘bertemu’ sesosok penyanyi anggota K-pop boy group yang cukup terkenal pada masa itu. Dari situ saya mulai mengenal dunia fandom dan fan fiction.
Kalau Ignite People punya idola, apa saja, sih, yang kalian lakukan?
Hal paling mendasar tentu adalah mengikuti setiap perkembangan dari idola yang dikagumi. Lebih detail lagi, ada yang sampai mencari tahu jadwal idola tiap harinya. Kalau punya cuan, bolehlah beli-beli merchandise, album, sampai nonton konser atau pertandingannya. Kalau tak ada cuan, ya nyanyikan lagunya Project Pop aja, “Dia berada jauh di sana, dan aku di rumah. Memandang kagum pada dirinya dalam layar kaca…” Eh, kalau sekarang layar gawai, ya.
Ketika hanya bisa melihat idola dari layar, apa lagi yang bisa kita lakukan?
“Apakah mungkin seorang biasa menjadi pacar seorang superstar…” begitu kelanjutan lirik lagu ProjectPop tadi. Hehehe.
Mengamati sikap ‘halu’ dari banyak K-popers beberapa tahun belakangan ini (no offense, K-popers), saya berpikir begini, There is something attractive in fantasizing about unreachable something or someone.
Entah mengapa, sosok yang tidak bisa kita temui secara langsung dan tidak bisa kita jangkau secara nyata justru memunculkan ketertarikan dan rasa penasaran tersendiri. Meskipun tahu bahwa tokoh yang dikagumi tetaplah manusia yang hidup dan nyata, kita juga merasa bahwa mereka hanya ada dalam khayalan kita. Apa yang ada dalam khayalan ini tentu bebas kita apa-apakan sebagai bentuk kekaguman kita kepada tokoh tersebut. Ya, kan?
Dengan kebebasan yang kita miliki melalui imajinasi, kita bisa saja memuaskan harapan dan keinginan kita andaikata bisa bertemu dengan idola kita. Atau, justru karena kita tidak bisa bertemu, kita berimajinasi sebebas-bebasnya. Sungguh menyenangkan, bukan? Apalagi, kalau didukung dengan situasi sekitar yang tidak menyenangkan atau kondisi diri kita yang kurang baik; rasanya lebih menyenangkan dan menghibur kalau bisa mengkhayal tentang idola kita.
Is it more assuring to connect with somebody unreal than unable to connect with the real somebody?
To some extent, idola kita bisa saja sosok manusia yang real; beda cerita kalau yang kita idolakan adalah kartun atau anime. To some extent, though, sebagaimanapun nyatanya mereka sebagai manusia, tetap ada sisi imajinatif atau misterius bagi kita, fans mereka. Terkadang hal ini justru yang membuat kita tertarik dengan mereka, bahkan lebih dari sosok-sosok manusia yang kita temui dengan nyata sehari-hari. Manusia nyata di sekitar kita, sekalipun mereka ada, tidak bisa dirasakan kehadirannya. Dekat, tapi jauh, sedangkan idola kita jauh, tapi dekat.
Ignite People, tidak hanya kepada manusia di sekitar kita, mungkin kita juga menerapkan pandangan yang sama kepada Tuhan. Kita merasa Tuhan terlalu nyata karena terlalu sering disebutkan dan dibicarakan sehingga kita merasa sudah terlalu kenal dan kenyang akan informasi tentang Tuhan. Atau mungkin, kita merasa Dia ada, tetapi tidak kita rasakan kehadiran-Nya. Dia dekat, tapi jauh dan tidak terjangkau. Sebaliknya, idola kita: jauh, tapi dekat.
Eh, ada benarnya! Tuhan itu memang Allah yang dekat sekaligus tak terjangkau. Allah adalah Deus Revelatus, yaitu Allah yang menyatakan diri-Nya melalui ciptaan dan karya-karya-Nya. Allah juga adalah Deus Absconditus, yaitu Allah yang tersembunyi. Tuhan yang menyatakan diri-Nya tetap memiliki kemisteriusan dalam rencana-rencana-Nya yang tidak kita mengerti seutuhnya.
Kita patut berbahagia karena Allah yang misterius itu secara bersamaan menjadi Allah yang bisa kita kenal dengan intim, terutama dalam diri Yesus Kristus. Allah tidak hanya dimengerti sebagai sosok yang jauh dan seakan tidak bisa kita raih; sosok yang begitu mulia, agung, berkuasa, dan layak menerima hormat dan pujian. Lagi-lagi, seperti lirik lagu tadi, “Dia berada jauh di sana…” Allah juga adalah Allah yang nyata, dekat, dan ingin dikenal; Ia bisa kita sapa melalui Anak-Nya yang telah merasakan apa yang kita rasakan dan mengalami apa yang kita alami. Yesus, dalam naturnya sebagai Allah dan manusia, menampakkan wajah Allah yang bisa membuat kita lebih terkoneksi dengan Allah sekaligus memberikan teladan sosok manusia yang taat dalam penderitaan.
Dalam aspek jauh tapi dekat ini, bukankah sebetulnya Allah dan idola kita ada di posisi serupa?
Idola kita seperti memiliki medan magnet dengan daya tarik yang kuat. Apapun rela kita lakukan untuk tetap bisa terkoneksi dengan mereka dan mendukung karya mereka. Sebagian dari kita mungkin berkorban dana, waktu, dan tenaga untuk lebih mengenal dan lebih dekat dengan idola kita.
Bagaimana jika kita juga melakukan hal serupa terhadap Allah? Apapun rela kita lakukan untuk tetap bisa terkoneksi dengan Allah dan mendukung karya-Nya. Kita menyediakan dana, waktu, dan tenaga untuk lebih mengenal dan lebih dekat dengan Allah.
Ignite People, kita bisa merefleksikan cara-cara kita mengekspresikan kekaguman kita kepada idola kita dengan cara-cara kita mengekspresikan kekaguman kita kepada Allah. Kita juga bisa bertanya pada diri kita sendiri, usaha untuk siapakah yang lebih banyak kita lakukan?
Kembali ke pemikiran yang tadi: There is something attractive in fantasizing about unreachable something or someone. Allah, sebagai Pribadi yang misterius, tentunya juga mengundang kita untuk mengenal-Nya lebih dalam sekalipun Ia tidak bisa dipahami sepenuhnya. Dalam kemisteriusan-Nya, Allah hadir dalam diri Yesus Kristus. Kita tidak perlu berfantasi untuk bertemu atau berinteraksi dengan Dia sebab Dia hanya sejauh doa. Selama kita mencari, kita pasti bisa menjumpai Dia, entah melalui cara-cara yang misterius, tak diduga, atau biasa-biasa saja.
Selamat menyelami Allah yang tersembunyi!
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: