Kehadiran bagi yang Terlupakan

Best Regards, Live Through This, 10 April 2021
Covid-19 berdampak besar bagi setiap pedagang. Penderitaan diperparah ketika gereja tutup. Keadaan menuntutnya mencari alternatif: memilih lokasi baru, beralih profesi, hingga kembali ke kampung halaman. Kita mungkin merindukan apa yang mereka jual, namun apakah kita merasakan penderitaan yang mereka alami di masa sulit ini?


“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”

 (Matius 25:40)

***

Rasa kantuk kerap datang kapan saja. Termasuk ketika sedang beribadah di gereja. Bagi saya, itu sering kali terjadi ketika memasuki doa syafaat. Niat hati ingin menyatu dalam doa, mata yang tertutup justru menjadikan diri ini terlelap. Apalagi ketika pendeta merapalkan doa dengan sangat panjang. Lengkap sudah.

Di balik ketidak-khusyukan itu, ada satu hal yang membekas. Teringat seorang pendeta yang selalu mendoakan para pedagang kaki lima di sekitar gereja. Saya terenyuh mendengarnya. Doa yang tidak pernah saya bayangkan diucapkan dari atas mimbar. Kebanyakan dari mereka bukanlah orang percaya, namun mereka menggantungkan hidupnya pada gereja. Saya meyakini bahwa mereka akan mengamini doa tersebut, di tengah aktivitas perdagangan yang dijalani. 

Kehadiran pedagang di sekitar gereja acapkali diabaikan, bahkan dianggap mengganggu. Kumuh dan tidak teratur menjadi kesan pertama. Soal ini, pemerintah bisa jadi lebih tanggap daripada gereja. Dibangunlah lapak dan kios bagi mereka di sekitar gereja.  Namun, usaha represif lebih dominan. Penertiban oleh pihak berwajib dilakukan karena dianggap sebagai solusi yang efektif. Bukankah Yesus juga mengecam aktivitas perdagangan di Bait Allah? Berita Injil seakan menjadi argumen yang tak terbantahkan. 

Padahal kita membutuhkannya. Mereka seakan menjadi penyeimbang gereja: para pedagang menyediakan kebutuhan jasmani, sedangkan gereja memenuhi asupan rohani. Yesus sendiri tidak pernah mengecam hal itu. Kemarahan-Nya kepada para pedagang bukan semata-mata pada aktivitas perdagangan, melainkan soal praktik bisnis curang yang dijalani dalam tameng keagamaan


Masih soal makan. Bukankah keakraban Yesus bersama para murid-Nya justru terjalin dalam peristiwa makan? Kita mengingat peristiwa perjamuan malam terakhir. Persahabatan (companion) yang konkret ditunjukkan Yesus melalui tindakan makan bersama (cum & panis). Ia bahkan memanfaatkan momen itu untuk mewartakan ajaran penting, sebuah mandat untuk saling mengasihi. 

Peristiwa makan tidak hanya menjadi ruang inklusi sosial, namun juga memiliki makna religius. Tuhan hadir dalam nasi, sayur, lauk pauk, dan buah-buahan dalam peristiwa makan. 

Tidak mengherankan jika banyak dari kita merindukan hal tersebut. Setidaknya itu tercermin pada jawaban atas pertanyaan koster @gkigarislucu , “spot mana yang paling dirindukan di gereja?”. Kerinduan kita terhadap gereja nyatanya tidak selalu soal ibadah, namun juga soal makanan yang dijajakan oleh para pedagang di sekitar gereja. 

Spiritualitas - Solidaritas

Covid-19 berdampak besar bagi setiap pedagang. Penderitaan diperparah ketika gereja tutup. Keadaan menuntutnya mencari alternatif: memilih lokasi baru, beralih profesi, hingga kembali ke kampung halaman. Kita mungkin merindukan apa yang mereka jual, namun apakah kita merasakan penderitaan yang mereka alami di masa sulit ini?

Pandemi mengubahkan segalanya. Termasuk pula mengubahkan sikap kita yang semakin eksklusif. Covid-19 memang membatasi fisik. Namun tidaklah berarti bahwa kita terpisah. 

Ibadah yang sesungguhnya dimulai ketika kita keluar dari gedung gereja. Justru merekalah, para pedagang kaki lima, yang akan kita jumpai pertama kali. Semangat yang sama pula, yang diterapkan saat ini, ketika kita mengikuti ibadah dari rumah. Kita menilik sekeliling tempat tinggal kita dan hadir memberikan pertolongan. Melalui itu, spiritualitas akan berbuah menjadi solidaritas.


*Tulisan ini juga dimuat dalam Buku Kesaksian Paskah 2021 GKI Manyar Surabaya "Para Pelopor Pembaruan". 

LATEST POST

 

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Kalimat pada judul yang merupakan bahasa latin tersebut berasal dari slogan sebuah klub sepak bola t...
by Jonathan Joel Krisnawan | 27 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER