PENGALAMAN BURUK + CAMPUR TANGAN TUHAN = KEKUATAN UNTUK MELAYANI & MENJADI BERKAT
TUHAN yang kita sembah adalah TUHAN yang MAHA KREATIF, sehingga DIA mampu menciptakan seluruh manusia di dunia ini, di mana antara yang satu dengan yang lainnya tidak ada yang sama persis, sekalipun pada orang kembar. Plusnya, masing-masing dari kita dianugerahi dengan talentanya masing-masing, sehingga bisa saling melengkapi. Minusnya, isi kepala kita beda-beda sehingga untuk memahami dan atau bisa berempati ke orang lain itu menjadi pembelajaran seumur hidup bagi setiap kita, yang pastinya membutuhkan kerendahan hati, kebesaran jiwa, kematangan karakter, kedewasaan mental dan kemampuan untuk mengolah sekaligus mengendalikan emosi (EQ).
Setiap manusia pasti memiliki hasrat untuk menjalin suatu hubungan dengan orang lain. Hal ini tidak dapat dipungkiri, termasuk mereka yang introvert sekalipun; karena pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial. Ketika kita berkenalan dengan orang baru, awalnya mengalami situasi yang mungkin canggung, tapi ada pula jenis orang yang akan dengan sangat mudah bergaul/menjalin komunikasi dan beradaptasi dengan siapa saja, sekalipun dengan orang yang baru saja dikenal.
Seiring berjalannya waktu, cepat atau lambat, pastinya proses pemahaman dan pengenalan antara satu dengan yang lainnya ini pasti akan diuji dalam suatu konflik, baik yang disengaja dan atau pun yang tak disengaja. Di sinilah titik ujian dimulai. Jika kita mampu mengendalikan emosi dan mampu mengevaluasi diri dan keadaan yang sedang terjadi, maka ada potensi bagi kita untuk dapat melewatinya dengan mulus. Kita tidak perlu mengalami adu argumen berkepanjangan yang menyesakkan batin dan melelahkan jiwa serta membuang energi dan waktu. Belum lagi jatuh dalam dosa kalau kita sampai mengeluarkan kalimat-kalimat sumpah-serapah, yang impact-nya justru merugikan diri kita sendiri dan juga membuat pihak lain menjadi terluka.
Kitab Matius 10:16 berbunyi:
“Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.”
Ada 2 kata sifat yang menarik dalam kalimat ini, yaitu : “cerdik” dan “tulus”. CERDIK (wisdom), berbicara tentang sesuatu yang dapat dipelajari, dikenali, diketahui terkait tentang diri seseorang. Sehingga bisa disampaikan bahwa “CERDIK” merupakan suatu pemahaman yang dilalui dengan suatu proses pengenalan. Sedangkan, “TULUS” (sincere) adalah tanpa syarat, tanpa pamrih, apa adanya. TULUS bicara soal hati. Sehingga tanpa KECERDIKAN, maka KETULUSAN kita akan menjadi sangat berbahaya. Namun bila kita sudah tulus dan cerdik, dan keduanya sudah berjalan secara seimbang, maka mencintai/ mengasihi/menjalani hubungan dengan seseorang, sekalipun tetap ada risikonya, namun risiko itu sudah masuk dalam perhitungan kita, sehingga sedari awal kita sudah menjadi lebih siap secara hati dan mental (dikutip dari account TikTok Ps. Raditya Oloan).
Jangan terkejut pula, jika dalam kita menjalin relasi dengan seseorang, tidak bisa dijamin selalu lancar dan mulus-mulus saja. Adakalanya di tengah jalan, kita merasa memang ada yang kurang pas, entah dengan pacar/kongsian/kolega/partner kerja, atau lainnya. Kalau seandainya relasi tersebut diteruskan, kita sendiri justru malah makin tidak bisa fokus atau tidak nyaman. Masing-masing dari kita mungkin sudah beritikad untuk berusaha membenahi, namun tetap hasilnya tidak sesuai. Ya, alternatif terakhir yang dapat diambil memang perpisahan (goodbye). Perpisahan pasti meninggalkan “rasa” yang mengganjal, meski tak selalu juga. Terkadang “perpisahan” bisa diartikan sebagai langkah awal dari suatu “kemerdekaan”, tetapi juga bisa menjadi awal dari “penderitaan".
Hidup ini penuh dengan misteri Ilahi, dan hidup itu pilihan. Makanya ada peribahasa dalam bahasa Inggris yang berbunyi demikian: “LIFE is a journey, not a race”. Oleh karenanya, dengan siapa pun kita menjalin relasi dan atau menjalankan suatu kerjasama, kalaupun harus tiba di titik menyudahi, upayakan berikan “A GOOD GOODBYE”; karena dengan memberikan “A GOOD GOODBYE”, paling tidak kita sudah menunjukkan apresiasi kepadanya, dan kita tetap memanusiakan mereka.
Mungkin di mata dunia, “A GOOD GOODBYE” akan dipandang suatu tindakan bodoh (tidak lazim), apalagi kalau setelah hati kita dilukai; tapi ketahuilah dengan kita melakukannya, itu justru melegakan hati hingga kesehatan mental, juga memerdekakan hidup kita. Sementara bagi pihak lawan bicara kita, yang mungkin telah (sempat) melukai hati kita, suatu itikad “A GOOD GOODBYE” yang kita berikan akan menjadi suatu keteladanan yang baik. Mungkin saja, dampaknya akan membekas di hati mereka, namun jangka panjangnya mereka tidak perlu mengalami feeling guilty terhadap kita.
Bukti autentik terkait dengan “A GOOD GOODBYE”, ada tertulis di dalam kitab 1 Samuel 20. Secara detail ditunjukkan pada 1 Samuel 20: 41b - 43, yang tersurat sebagai berikut:
“.... lalu tampillah Daud dari sebelah bukit batu; ia sujud dengan mukanya ke tanah dan menyembah tiga kali. Mereka bercium-ciuman dan bertangis-tangisan. Akhirnya Daud dapat menahan diri. Kemudian berkatalah Yonatan kepada Daud: “Pergilah dengan selamat; bukankah kita berdua telah bersumpah demi nama TUHAN, demikian TUHAN akan ada di antara aku dan engkau serta di antara keturunanku dan keturunanmu sampai selamanya.” Setelah itu bangunlah Daud dan pergi; Yonatan pun pulang ke kota.”
Jadi sekalipun dianggap tidak lazim, jika kita pada akhirnya memang diperhadapkan dengan suatu kejadian perpisahan upayakan semaksimal mungkin untuk kita bisa tetap memberikan “A GOOD GOODBYE” - walau memang tidak semudah membalikkan telapak tangan kita, tapi BISA! Ketika kita memohon tuntunan-NYA, maka yakinlah kita akan dimampukan.
“Karena itu, sebagai orang-orang pilihan ALLAH yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti TUHAN telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. Dan diatas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah.”
Kolose 3 : 12 - 15
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: