Orang yang berdosa tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Ketidakmampuan tersebut membuat Kristus harus menjelma dan bersatu dengan orang yang berdosa, agar keselamatan yang Ia berikan sempurna.
Dosa adalah pemberontakan kepada Allah yang menyebabkan keterpisahan antara manusia dengan Allah (Kej. 3). Sebagai akibat dari dosa, manusia harus menanggung hukuman kekal (Rom. 6:23). Hal tersebut adalah konsekuensi yang harus ditanggung oleh manusia, karena manusia telah melanggar janji dan ketetapan Allah. Namun pada kenyataannya, konsekuensi yang seharusnya ditanggung oleh manusia, justru ditanggung oleh Yesus Kristus. Hal tersebut dilakukan karena manusia tidak akan pernah sanggup untuk bebas dari keberdosaan dan penghukuman Allah.
Yesus dipandang sebagai pribadi yang mendamaikan Allah dengan manusia melalui ketaatan-Nya yang sempurna kepada Bapa. Ketaatan Kristus dinyatakan mulai dari inkarnasi, bahkan sampai kematian-Nya di kayu salib.[1] Kematian Yesus yang mengambil alih atau menggantikan posisi manusia berdosa untuk menerima penghukuman atas murka Allah, disebut dengan doktrin substitusi penal. Melaluii substitusi penal, Kristus telah mendamaikan manusia dengan Allah, sehingga melalui kematian Kristus di kayu salib, manusia tidak lagi terpisah dari Allah.
Alkitab menjelaskan bahwa penebusan yang dilakukan oleh Kristus bersifat menggantikan. Kristus menggantikan manusia berdosa untuk menerima penghukuman Allah, sehingga kematian Kristus berguna untuk menanggung kutuk atau murka yang Allah berikan kepada manusia karena dosa yang telah diperbuat oleh manusia (Yes. 53:6, 12; Yoh. 1:29; 2Kor. 5:21; Gal. 3:13; Ibr. 9:28; 1Ptr 2:4).[2] Kristus mati menanggung dosa-dosa manusia bukan berarti dosa-dosa manusia dipindahkan ke dalam diri Yesus. Dalam inkarnasinya, Ia tetap dipandang sebagai Allah, tetapi Ia juga menyatu dengan manusia berdosa (bukan berarti Yesus ikut berdosa).[3]
Inkarnasi adalah jalan yang ditempuh Kristus untuk dapat merepresentasikan manusia. Hal tersebut harus ditempuh Kristus, agar kemanusiaan yang dimiliki Kristus representatif dengan manusia berdosa. Paul Van Buren berpendapat bahwa inkarnasi Kristus bertujuan agar Ia dapat dikenali Allah sebagai manusia yang berdosa dan berada pada posisi manusia yang berdosa (representatif).[4]
Dalam Perjanjian Lama substitusi penal terlihat dalam sistem korban. Sistem korban dalam Perjanjian Lama memberikan gambaran bahwa korban yang dipersembahkan di atas mezbah menjadi representasi manusia berdosa (Im. 1:4).[5] Korban yang dipersembahkan di atas mezbah mengambil posisi manusia berdosa, agar manusia mendapat pendamaian dengan Allah. Sistem korban ini sama halnya dengan kematian Kristus di kayu salib. Kristus Sang Domba Paskah telah disembelih di atas kayu salib (1Kor. 5:7).
Ketidakmampuan manusia untuk menerima penghukuman dari Allah membuat Allah mengutus Anak-Nya menjadi “serupa” dengan manusia berdosa (Rom. 8:3). Penggunaan kata “serupa” tidak menggambarkan bahwa Kristus ikut berbagian dalam dosa yang dilakukan oleh manusia. Kata “serupa” menggambarkan bahwa inkarnasi yang dilakukan oleh Kristus bersifat representatif. Kematian Kristus sebagai wujud representatif manusia dilakukan Kristus agar manusia beroleh pembenaran di hadapan Allah (1Pet. 2;24).
Kristus merepresentatifkan manusia, sehingga Kristus dapat menyatu dengan manusia berdosa dan dapat berada di dalam posisi manusia berdosa. Dengan demikian substitusi yang dilakukan Kristus adalah sempurna. Representasi manusia berdosa dimiliki Kristus, sehingga Kristus dapat menggantikan posisi manusia berdosa untuk menerima penghukuman atas murka Allah.
Substitusi yang dilakukan Kristus menghasilkan pembenaran manusia berdosa di hadapan Allah serta menghilangkan jurang pemisah antara Allah dan manusia, atau dengan kata lain manusia diperdamaikan dengan Allah. Hubungan yang semua rusak, kini telah dipulihkan melaluii substitusi yang dilakukan oleh Kristus. representative death tidak menjelaskan bahwa Kristus yang menjelma menjadi manusia ikut ambil bagian dalam keberdosaan manusia. Meminjam istilah John Calvin, bahwa Kristus ‘berpakaian/mengenakan’ manusia yang fana pada dirinya.[6]
Ketidakmampuan manusia berdosa tersebut membawa Kristus menjelma dan menyatu dengan manusia berdosa agar Kristus dapat mengambil alih posisi manusia berdosa dalam menerima penghukuman dari Allah atas dosa yang telah dikalukan manusia. Dengan demikian, substitusi yang dilakukan oleh Kristus dapat memulihkan hubungan manusia dengan Allah yang telah terpisah karena dosa, serta membawa manusia kepada pembenaran di hadapan Allah.
Kutipan:
[1]. Qorry Nisabella, "Respons Atas Gugatan Terhadap Keadilan Allah Dalam Kematian Substitusi Penal Yesus Kristus: Suatu Kajian Berdasarkan Pada Teori Pendamaian John Calvin" (Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung, 2017), 2.
[2]. Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Kristus (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1996), 170.
[3]. Nisabella, "Respons Atas Gugatan Terhadap Keadilan Allah Dalam Kematian Substitusi Penal Yesus Kristus," 76.
[4]. Paul Van Buren, "The Incarnation:Christ’s Union With Us," dalam Reading in Calvin’s Theology, ed. oleh Donald K. McKim (Grand Rapids: Baker Books, 1984), 139.
[5]. Berkhof, Teologi Sistematika, 170.
[6]. John Calvin, The Gospel According to St. John 1-10, ed. oleh David W. Torrance dan Thomas F. Torrance, trans. oleh T. H. I Paker (Grand Rapids: Eerdmans, 1989), 19; dikutip dari thesis Qorry Nisabella, "Respons Atas Gugatan Terhadap Keadilan Allah Dalam Kematian Substitusi Penal Yesus Kristus: Suatu Kajian Berdasarkan Pada Teori Pendamaian John Calvin" (Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung, 2017), 77.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: