“Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.”
Selamat datang di musim penghujan! Musim yang membawa pergumulan atau membawa kenangan bagi penikmatnya, eehh... Di sharing kali ini, saya hendak berbagi bagaimana hujan membawa pergumulan bagi saya. So, beberapa hari yang lalu, saya “ngedumel ke diri sendiri” karena kehujanan sepulang dari kantor. Mengapa? Soalnya di hari sebelumnya, saya membawa sandal tapi tidak hujan. Giliran lupa bawa sandal, eh hujan turun deras sederas-derasnya. Berakhirlah hari itu dengan sepatu saya basah kuyup. Mau tidak pakai sepatu tapi nglewatin jalan raya yang padat, sehingga buat saya wajib hukumnya melindungi kaki. Dan efek dominonya, si sepatu harus rela basah kuyup dan harus dijemur paling tidak 2 hari, itu kalau 2 hari panas terus. Kalau setiap hari hujan, sepatu baru bisa kering 3 sampai 4 hari. What a poor, Sepatu…
Tapi… Bagi saya hujan tidak berhenti membawa pergumulan saja. Tapi juga membawa saya untuk berefleksi terhadap pergumulan tersebut. Kurang lebih begini nih refleksi 22 menit saya di jalan sembari masih terus kehujanan, “Ini nih, implementasi pentingnya peribahasa sedia payung sebelum hujan”. Kita manusia sering sekali mengalami situasi yang demikian juga kan? Saat sudah bersiap-siap, yang kita khawatirkan tidak terjadi. Sementara saat kita tidak bersiap-siap, yang kita khawatirkan atau takutkan malah terjadi. Contoh paling riil aja nih, karena saya mahmud yaa, hehe, setiap mau bepergian bersama keluarga, termasuk dengan anak-anak, saya selalu membawa satu tas khusus perlengkapan anak-anak berisikan: Baju ganti, popok, minyak telon, tisu basah, tisu kering, makanan berat, makanan ringan, air minum, jarik gendong, hand sanitizer, dll, buanyak pokoknya… Itu hanya untuk anak-anak, belum untuk keperluan kami orang tua. Dalam persiapan bepergian yang super matang begini, tidak jarang lho, barang bawaan saya yang segambreng itu tidak dipakai, atau hanya sedikit atau beberapa saja yang dipakai. Tapi… saat pergi tanpa persiapan yang detail, eeeeh… malah ada saja ketemu kendala macam-macam, termasuk berakhir dengan harus keluar uang yang tidak seharusnya dikeluarkan akibat tidak membawa perlengkapan sendiri dari rumah. Hidup itu memang lucu ya… Ada saja kejutannya, hehehe…
Well, lalu sebaiknya bagaimana dong? Saya renung-renungkan lagi dalam refleksi saya 22 menit di jalan raya, masih sambil kehujanan. Bagi saya, bagi saya, lho ya… Bagaimanapun tetap baik untuk mempersiapkan diri. Dalam pengalaman saya, tidak ada ruginya melakukan persiapan sedari dini. Selain sudah bersiap jika terjadi apa-apa, lalu yang tidak bisa dibayar itu adalah rasa nyaman, tenang, tidak grusa-grusu alias tidak panik, dan perasaan teduh semacamnya.
Ini sama seperti Firman Tuhan di Matius 25:13 yang berbunyi demikian, “Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.” Firman Tuhan ini berbicara dalam konteks mirip sekali dengan konteks yang saya ceritakan di atas tadi; 5 gadis bijaksana dan 5 gadis bodoh bersiap menyongsong pengantin laki-laki. Lama menunggu pengantin tidak kunjung datang. Pelita milik 5 gadis bodoh hampir padam, sementara 5 gadis bijaksana sudah menyiapkan buli-buli untuk minyak cadangan. 5 gadis bodoh pun harus mencari tempat untuk membeli minyak, namun itu membuat mereka terlambat masuk ke pesta pernikahan, dan gerbang sudah tertutup untuk mereka karena prosesi pernikahan sudah dimulai.
Dari perumpamaan itu, gampangnya ya, kita mau jadi gadis yang bijaksana atau gadis bodoh? Jelas sudah digambarkan, jika pilihan kita masih menjadi gadis bodoh, akan ada efek domino dari kebodohan dan kekurangpersiapan kita, yang mana seringkali menimbulkan efek negatif atau merugikan untuk kita. Sementara, bagi 5 gadis bijaksana, malam itu mereka lewati dengan tenang dan mereka bisa ikut merayakan pernikahan dengan sukacita tanpa ada beban apapun. So, saya yakin, dengan pertanyaan saya tadi pasti kita mau jadi gadis-gadis bijaksana dong, atau jadi mas-mas, abang-abang, yang bijaksana.
Maka dari itu, yuk, selalu bersiap, termasuk dan utamanya terhadap pertanggungjawaban iman kita pada Tuhan. Karena kita tidak tahu kapan Ia akan datang kan? So, jangan sampai kita jadi tobat karbitan, itupun kalau kita sempat tobat. Kalau tidak sempat?
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: