Kadang, kita lihat orang lain hidup lebih bahagia. Padahal, kita juga nggak benar-benar tahu gimana kehidupannya. Mungkin saja lebih berat. Hanya tidak mengeluh.
Rasanya terlalu egois untuk terus membahas Better Day(s) semata untuk diri sendiri. Di tengah panas Surabaya yang kian menjadi, saya tersadar bahwa semua orang ingin memiliki hari yang (lebih) baik. Tapi sayangnya bukan perkara mudah untuk kita yang juga bergelut dengan pergumulan masing-masing untuk selalu menemukan cara jitu membahagiakan orang lain. Mungkin satu-satunya cara adalah dengan berusaha untuk tidak memperburuknya.
1. Choose Happiness
Di satu ruas jalan raya Surabaya, ketika saya begitu lelah, di hadapan saya ada seorang perempuan mengendarai sepeda motor. Menariknya, dia tersenyum dan dengan bibir yang seolah sedang bersenandung. Saya terceriakan seketika. Senyumannya membuat hari saya sedikit lebih cerah, dan itu menyenangkan!
Faktanya adalah banyak emosi yang menular dengan cepat, termasuk kegembiraan. Memilih untuk tetap tersenyum dimanapun agaknya menjadi cara sederhana untuk tidak memperburuk hari orang lain. Siapa tahu, justru menceriakan walau sedikit. Terlepas dari segala beban melelahkan yang sedang singgah dan mengusik, kita selalu dapat menentukan untuk bersikap seperti apa. Sejak hari itu, saya berusaha sedemikian tersenyum saat di jalan raya. Siapa tahu ada orang yang menangkap senyum itu dari kaca spion dan merasa bebannya menjadi sedikit lebih ringan.
2. Pujian tidak akan menyakiti
Mungkin secara verbal kita tidak terlalu akrab dengan habit memuji. Tapi, tak ada salahnya mencoba. Suatu kali di teras gereja sembari menunggu ojek online tiba, saya yang sedang lelah usai latihan drama Paska, bertemu seorang senior. Saya menyapanya dan seketika dia berkata: “wah kamu makin cantik ya.” Dan jelas, satu baris kalimat itu ampuh mendongkrak mood saya. Sepulang dari sana saya bahkan langsung menuliskan pengalaman tersebut ke sebuah portal, bahwa sejatinya sangat mudah membuat bahagia orang lain. Pun beberapa waktu lalu ketika emosi sempat banyak terguncang, satu teman muncul di layar gawai dan menyatakan apresiasinya terhadap kehadiran saya, dan jelas itu membahagiakan. Sangat.
Terlepas mungkin bahasa kasih kita bukan kata-kata pujian, tapi memuji atau mengapresiasi orang adalah habit yang bisa kita mulai dari sekarang. Kita tidak tahu betapa itu akan berarti!
“Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang” (Amsal 16:24)
3. Single kindness does matter
Ketika seseorang tiba-tiba membawakanmu sarapan, ketika seseorang berkata akan mengantarmu ke bandara, atau menawarkan tempat bermalam ketika kamu singgah di kotanya. Kebaikan-kebaikan macam itu tanpa terduga menyunggingkan senyum di bibir kita. Merasa diperhatikan dan mengetahui bahwa dunia ini tidak terlalu menyebalkan. Bahkan ajaibnya, benih kebaikan yang kita tabur berpeluang untuk diteruskan ke orang lain dan mengawali sebuah jaring laba-laba besar sarat kebaikan.
Ketika kamu melihat ada temanmu yang seakan lesu di hari itu, hampirilah! Dengan sebotol minuman kesukaannya atau murni kepedulian untuk bertanya dan mendengar, tentulah itu memancing sebuah mentari kecil bersinar terang bagi harinya.
4. Jangan mengeluh, apalagi di Sosial Media
Saya ingat betul, saat saya menjadi jobless, saya kerap dibuat kesal karena postingan bernada: “Duh besok Senin! kerja lagi deh.” Sungguh tidak tahu bersyukur, dalam benak saya berkata. Alhasil, setelah mendapat pekerjaan, saya berjanji pada diri sendiri tidak akan mengeluhkan hari Senin, apalagi di sosial media. Semata karena saya tidak tahu betapa hal itu mungkin akan melukai perasaan orang lain. Orang lain yang sedang bergulat menanti hari Seninnya terisi dengan layak.
Masalah tidak akan pernah musnah selama kita masih menapak bumi, tapi tidak berarti itu adalah pembenaran untuk kita mengeluh apalagi secara berlebihan. Pun seharusnya kita tahu bahwa keluhan tidak akan memperbaiki apa pun dan justru mengingkari berkat Tuhan. Andaikata kita mengeluh untuk menunjukan ekspresi atas segala gulatan perasaan dengan apa adanya, kita tahu Tuhan hanya sejauh doa. Kita tahu bahwa seperti Pemazmur berkeluh kesah, kitapun dapat melakukannya. Tanpa perlu menjadi batu sandungan bagi orang lain, dan justru mendapat kekuatan baru. Mau coba?
5. Respect Everyone
Kasih, hanya itu yang senantiasa dapat kita andalkan sebagai alasan untuk mencoba tidak memperburuk hari orang lain. Harus diakui kadang kita merasa benar untuk menjadi kasar atau menyebalkan hanya karena kita sedang tertekan dan penuh kekesalan, padahal dengan demikian kita sedang menambah aura negatif di sekitar kita. Parahnya, kita merasa hanya kita satu-satunya manusia di dunia yang punya masalah atau merasa masalah kitalah yang paling berat.
Baik di ruas jalan raya, ataupun di hadapan pelayanan restoran, alangkah baiknya kita terus membiasakan diri menghargai orang lain. Lagipula, bukankah begitulah kita dipanggil oleh Allah? Menjadi berkat bagi siapapun juga, bukan karena kita sedang absen masalah, tapi justru menyadari betul bahwa kita semua tanpa terkecuali hanyalah manusia lemah yang perlu saling menopang atau setidaknya bertenggangrasa. Kita bisa berlatih untuk melihat dan memahami bahwa setiap orang memiliki bebannya sendiri.
Pada akhirnya, ketika kita dipanggil menjadi terang, itu sejatinya membutuhkan kedisiplinan terus menerus sembari meminta pertolongan Allah, agar setiap tutur dan tindak kita meneduhkan dan bukan justru menjatuhkan. Membalut bukan melukai. Dan membuat hari orang lain tidak menjadi lebih buruk. Untung-untung jika bisa memperindahnya.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: